Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Wamenko Kumham Imipas) Otto Hasibuan menilai keputusan Presiden menerbitkan rehabilitasi dalam kasus ASDP merupakan sinyal bagi aparat penegak hukum untuk introspeksi diri.
"Secara umum, kita mungkin bisa menafsirkan demikian, tetapi dari situlah dalam bernegara ini kita harus melihat apakah para penegak hukum melihat bahwa sinyal yang diberikan Presiden ini kayak apa," kata Otto, seusai bertemu Presiden Prabowo Subianto di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat.
Ia menjelaskan bahwa dinamika perbedaan pandangan antara jaksa, penasihat hukum, dan terdakwa adalah hal yang wajar dalam sistem peradilan.
Alasannya, setiap pihak bekerja berdasarkan keyakinan dan pembuktian masing-masing. Namun, pengadilan tetap menjadi benteng terakhir untuk menentukan benar atau tidaknya suatu perkara.
“Bisa saja terjadi umumnya, jaksa menganggap benar berdasarkan bukti-bukti A, tetapi di pengadilan ternyata terbukti sebaliknya,” katanya.
Ia mengatakan, ketika putusan pengadilan pun masih menyisakan perdebatan sebab tidak mencerminkan rasa keadilan secara substantif, maka ruang kewenangan konstitusional Presiden menjadi relevan.
Dalam konteks inilah, kata Otto, Presiden menggunakan hak prerogatifnya untuk menilai kembali secara menyeluruh dan memberikan rehabilitasi jika dianggap tepat.
“Di sini mungkin Presiden melihat mana yang baik, mana yang tidak. Dan ini adalah kewenangan Presiden untuk itu.,” ujarnya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Otto: Rehabilitasi ASDP sinyal peringatan bagi aparat hukum