KRB III Merapi tetap dilarang untuk hunian

id Sri purnomo

KRB III Merapi tetap dilarang untuk hunian

Bupati Sleman Sri Purnomo (Foto Antara)

Sleman (Antaranews Jogja) - Bupati Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Purnomo menegaskan revisi rencana tata ruang dan tata wilayah yang akan disusun pada 2018 menetapkan kawasan rawan bencana (KRB) III Gunung Merapi tidak boleh untuk hunian permanen.

"KRB III Merapi sampai sekarang tetap tidak boleh untuk hunian, jika ada warga yang hendak membangun rumah di kawasan tersebut tetap tidak diizinkan," kata Sri Purnomo, Kamis.

Menurut dia, korban erupsi Merapi 2010 yang telah direlokasi di hunian tetap (huntap) tidak boleh kembali dan membangun rumah di KRB III meskipun masih memiiki hak milik tanah di wilayah tersebut.

"Yang diizinkan hanya untuk pertanian dan peternakan, jadi warga masih boleh melakukan aktivitas ekonomi di KRB III. Selain itu yang diperbolehkan adalah kegiatan atau aktivitas pariwisata," katanya.

Ia mengatakan saat ini belum ada permasalahan berarti di huntap relokasi, dan masih memadai untuk hunian warga.

"Mereka ini dari data kependudukan kan jumlah keluarga terdiri orang tua dan dua anak saja, jadi masih memadai," katanya.

Sebelumnya korban erupsi Gunung Merapi 2010 di Desa Kepuharjo, Cangkringan, Kabupaten Sleman mulai mengeluhkan kenyamanan tinggal di rumah relokasi hunian tetap karena jumlah anggota keluarga yang semakin bertambah.

"Setelah sekitar lima tahun tinggal di huntap Batur dan Pagerjurang, mereka mulai merasa tidak nyaman karena harus ditempati dua tau tiga kepala keluraga (KK)," kata Kepala Desa Kepuharjo Heri Suprapto.

Menurut dia, setelah tinggal di huntap bertahun-tahun banyak diantara mereka saat ini sudah "mantu" dan memiliki cucu, sehingga jumlah anggota keluarga yang tinggal di huntap bertambah.

"Padahal luas huntap yang hanya 100an meter per segi tersebut tidak memungkinkan untuk diperluas lagi, ini yang menjadikan kenyamanan tinggal di huntap semakin berkurang. Terutama untuk masalah privasi keluarga-keluarga muda," katanya.

Heri mengatakan, sebagian besar dari warga yang tinggal di huntap ini tidak memiliki lahan lain selain yang berada di Kawasan Rawan Bencana (KRB) III Gunung Merapi, sedangkan untuk membeli lahan di bawah dari sisi ekonomi mereka belum mampu.

"Warga tidak bisa membangun rumah hunian di KRB III karena terbentur peraturan pemerintah, padahal mereka tidak punya lahan lain selain di KRB III," katanya.

Ia mengatakan, saat ini sebagian warga khususnya kaum pria jika malam hari terpaksa tidur di kandang ternak mereka yang ada di KRB III, karena sempitnya huntap.

"Sementara ini solusinya bapak-bapak itu kalau malam ya naik ke atas ke KRB III, mereka tidur di kandang ternaknya, karena rumahnya di huntap sudah penuh anggota keluarga," katanya.

Pascaerupsi Gunung Merapi 2010 warga di Padukuhan Kaliadem, Petung, Jambu dan sebagian Dusun Kopeng dan Manggong direlokasi ke huntap Pagerjurang dan Batur yang berada di luar KRB Merapi.

Selain di huntap, beberapa warga yang memiliki lahan sendiri di luar KRB III Gunung Merapi membangun huntap mandiri melalui bantuan pembangunan rumah dari pemerintah.

Anggota Forum Pemantau Independen (Forpi) Kabupaten Sleman Hempri Suyatna mengatakan masalah kenyamanan warga yang tinggal di huntap relokasi Merapi ini harus mendapat perhatian dari pemerintah.

"Secara logika jumlah warga yang tinggal di huntap dari tahun ke tahun tentunya akan bertambah. Ini membuat huntap tidak akan nyaman lagi untuk dihuni, sedangkan untuk membangun rumah baru mereka tidak memiliki lahan selain di KRB III," katanya.

Ia mengatakan, diharapkan pemerintah bisa memberikan solusi permasalahan ini agar tidak muncul masalah sosial baru.

 
Pewarta :
Editor: Bambang Sutopo Hadi
COPYRIGHT © ANTARA 2024