KPP Kulon Progo minta caleg perempuan adu gagasan

id Caleg perempuan

KPP Kulon Progo minta caleg perempuan adu gagasan

Kaukus Perempuan Parlemen Kabupaten Kulon Progo, DIY, mengajak masyarakat pilih caleg perempuan dalam Pemilu 2019. (FOTO ANTARA/Mamiek) (FOTO ANTARA/Mamiek/)

Kulon Progo (Antaranews Jogja) -  Kaukus Perempuan Parlemen DPRD Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, mengajak calon anggota legislatif perempuan peserta Pemilu 2019 berlomba gagasan visi memperjuangkan aspiriasi perempuan.
     
Ketua Kaukus Perempuan Parlemen DPRD Kulon Progo Purwantini di Kulon Progo, Selasa, mengatakan persentase perempuan di DPRD Kulon Progo baru mencapai 17,5 persen atau tujuh dari 40 anggota dewan.
     
"Rendahnya keterwakilan perempuan di DPRD Kulon Progo karena kesadaran masyarakat memilih caleg perempuan masih rendah. Pemilih perempuan sendiri tidak memilih caleg perempuan supaya dapat memperjuangkan aspirasi mereka," katanya.
   
Ia mengatakan jumlah keterwakilan perempuan di DPRD Kulon Progo pada 2009-2014 sebanyak empat orang, kemudian pada 2014-2019 naik menjadi tujuh orang. Keterwakilan perempuan di DPRD Kulon Progo, yakni dari PDIP ada dua orang, PKB tiga orang, Gerindra satu orang, dan Nasdem satu orang.
     
"Partai Golkar, PAN dan PKS belum pernah memiliki anggota DPRD perempuan. Jangan sampai, keberadaan caleg perempuan hanya memenuhi persyaratan pencalegkan yang mewajibkam 30 persen, tapi tidak didukung mesin politik partai," katanya.
     
Sementara itu, Ketua DPRD Kulon Progo Akhid Nuryati mengatakan keperpihakam perempuan terhadap perempuan dan anak masih sebatas dibibir, bukan dari hati karena adanya kecemburuan.
     
"Kita akui kecemburuan membuat keperpihakan masyarakat terhadap caleg perempuan sangat rendah," katanya.
     
Sementara itu, Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) DIY Novia Rukimi mengatakan keterwakilan perempuan dalam politik itu penting karena perempuan tidak dalam politik praktis. Tetapi politik perempuan dalam pembuatan kebijakan baik di segala level, mulai dari level RT, RW, dukuh, desa, bahkan level eksekutif yudikatif, perempuan harus mengisi di sana.
   
"Kita tahu, secara populasi, jumlah perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Tetapi perempuan belum mendapatkan manfaat dari hasil pembangunan yang sangat besar. Sehingga perlu keterwakilan perempuan untuk mengawal kebijakan yang pro terhadap perempuan, anak, lansia dan lain-lain," kata Novia Rukmi.
     
Saat ini, menurut Novia, keterwakilan perempuan di parlemen secara kuantitatif masih jauh. Targetnya, ada afirmatif action, minimal 30 persen keterwakilan perempuan di semua level, baik eksekutif, yudikatif, maupun legislatif.
     
"Selain itu, secara kualitas juga masih menjadi pekerjaan rumah (PR). Teman-teman yang didorong untuk menjadi legislator perempuan secara kualitas masih banyak yang harus dibenahi. Baik kemampuan komunikasi politiknya, lobi, secara kapasitas diri, dan integritas juga harus dibenahi," kata Novia.