Banda Aceh (ANTARA) - Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang P.S. Brodjonegoro mengatakan riset yang dilakukan peneliti, baik perguruan tinggi maupun lembaga penelitian dan pengembangan, harus dapat berkontribusi untuk meningkatkan ekonomi masyarakat lokal.
"Riset itu adalah bagian dari Tri Dharma kita sebagai warga perguruan tinggi tetapi tentunya riset yang kita lakukan, terutama di perguruan tinggi, harus memberikan manfaat dan relevan dengan kebutuhan masyarakat sekitar, masyarakat lokal paling tidak untuk konteks Unsyiah (Universitas Syiah Kuala) adalah untuk masyarakat Aceh secara keseluruhan," kata dia dalam kunjungan kerja ke Universitas Syiah Kuala, Aceh, Jumat (28/2/2020).
Penelitian dan pengembangan di perguruan tinggi di seluruh Indonesia, katanya, harus mampu mengembangkan nilai tambah dari komoditas unggulan daerah.
Dia berpesan kepada Universitas Syiah Kuala untuk meningkatkan nilai tambah komoditas unggulan di Provinsi Aceh, seperti minyak nilam dan kopi, serta membuat hasil perkebunan atau hasil tanaman masyarakat setempat menjadi lebih bernilai.
Melalui inovasi dalam peningkatan kualitas minyak nilam dan kopi, katanya, akan semakin memperkuat posisi Aceh sebagai provinsi yang menghasilkan industri berbasis pertanian atau komoditas sehingga Aceh mulai bertransformasi sebagai daerah yang unggul untuk komoditas tersebut dan akhirnya pada peningkatan kesejahteraan dan ekonomi lokal.
Penguatan ekonomi lokal itu, kata Menristek Bambang, akan menjadi bagian dari kemajuan Indonesia.
"Pesan saya untuk para peneliti dosen di Unsyiah jangan pernah berhenti berkarya berupaya untuk meningkatkan nilai tambah kekayaan alam Aceh," ujarnya.
Menristek Bambang menuturkan masih banyak komoditas di Aceh yang bisa ditingkatkan nilai tambah dan kualitasnya.
Oleh karena itu, katanya, peran peneliti dan perguruan tinggi penting untuk meningkatkan nilai tambah komoditas dan produk lokal yang menjadi unggulan daerah dan nasional.
"Semakin banyak komoditas yang kemudian bisa dilahirkan, saya yakin perekonomian Aceh juga akan semakin baik. Inilah semangat inovasi yang kelihatannya sifatnya makro tapi sebenarnya sangat menyentuh kebutuhan masyarakat banyak dan bagi para petani yang menanam dan menghasilkan nilainya itu sendiri," tuturnya.
Dengan minyak nilam yang bernilai tambah dan berkualitas tinggi, katanya, akan ada lebih banyak pelaku bisnis tertarik membeli minyak nilam dari Aceh, dan harga jual minyak nilam makin naik.
Dengan demikian, katanya, petani akan lebih serius dalam mengembangkan tanamannya dan menjaga kualitas dari tanaman yang nantinya akan dipanen, yang akhirnya kehidupan mereka makin sejahtera melalui pendapatan yang meningkat.
Minyak nilam (patchouli salah satu oil) merupakan salah satu jenis minyak atsiri yang dihasilkan dari tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth). Minyak itu banyak diimpor oleh banyak negara di dunia, seperti Amerika Serikat, Prancis dan Singapura sebagai bahan penting dalam membuat parfum dan produk kosmetik.
Rektor Universitas Syiah Kuala Samsul Rizal mendorong penelitian dan pengembangan untuk peningkatan kualitas minyak nilam Aceh.
Selama ini, minyak nilam Aceh dijual dalam bentuk minyak mentah sehingga harganya relatif kecil bila dibandingkan dengan minyak nilam yang sudah disuling sebagai produk bernilai tambah tinggi.
Kantor Atsiri Research Center Universitas Syiah Kuala mendapatkan alat fraksinasi minyak nilam dan pabrik distilasi molekuler buatan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk proses penyulingan minyak nilam pada Jumat (28/2).
Melalui penyulingan menggunakan alat itu, dapat dihasilkan minyak nilam yang bernilai tambah, bahkan produksinya bisa mencapai 24 ton per tahun.
"Kita semua berharap kerja sama ini dapat meningkatkan koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah sehingga semakin meningkatkan kualitas, kapasitas dan kompetensi secara lebih merata," ujarnya.