Jakarta (ANTARA) - Ketua Komite Festival Film Indonesia (FFI) 2021 Reza Rahardian mengapresiasi pemerintah yang menobatkan Bapak Perfilman Nasional Usmar Ismail sebagai Pahlawan Nasional di Hari Pahlawan tahun ini.
"Alhamdulillah, karena upaya mas Garin (Nugroho, sutradara) dan kawan-kawan, Wina Armada (Sekretaris Dewan Kehormatan PWI Pusat), mas Riri Riza (sutradara), dan saya ketika menghadap Pak Presiden dan Bapak (Menko Polhukam) Mahfud MD, kami mendorong dan mengusulkan kembali dan alhamdulillah disetujui dan hari ini kita bisa menyaksikan sendiri Presiden Joko Widodo menyematkan gelar tersebut," papar Reza dalam red carpet FFI 2021 di Jakarta, Rabu.
Sebelumnya pada Maret 2021, Sekretaris Dewan Kehormatan PWI Pusat Wina Armada memberikan beberapa alasan agar Usmar Ismail mendapatkan gelar pahlawan nasional.
"Dia adalah perintis untuk semua hal di perfilman Indonesia. Pertama, dialah yang meletakkan sinema Indonesia pertama, dibuat oleh orang Indonesia, kru orang Indonesia, semuanya lah, itulah film Indonesia ('Darah dan Doa') dan ceritanya menarik," kata Wina waktu itu.
Usmar Ismail lahir di Bukittinggi tanggal 20 Maret 1921. Ia merupakan salah satu pelopor di kancah perfilman nasional dan internasional yang membuat industri perfilman di Indonesia menjadi maju.
Pada tahun 1944, Usmar mendirikan kelompok sandiwara Maya yang juga turut menyebarluaskan berita proklamasi di masa kemerdekaan.
Kemudian di tahun 1950, mendirikan perusahaan film pribumi bernama N.V. Perfini (Perusahaan Film Nasional Indonesia) yang kemudian membuat film "Darah dan Doa" ("The Long March of Siliwangi").
Film ini dianggap sebagai film Indonesia pertama dan kemudian hari pertama pengambilan gambarnya ditetapkan sebagai Hari Film Indonesia.
Tahun 1962, Usmar Ismail aktif mendirikan organisasi Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia (Lesbumi) di bawah Nahdlatul Ulama (NU) sebagai wadah kegiatan kebudayaan, pendidikan, dan penanaman nilai-nilai nasionalisme kepada masyarakat.
Film-film buatan Umar Ismail mengajak dan menawarkan nilai-nilai nasionalisme seperti "Darah dan Doa" (1950), "Enam Jam di Jogja" (1961), "Kafedo" (1953), "Lewat Djam Malam" (1954), "Pedjuang" (1960), dan lainnya.
Selain itu, film "Tamu Agung" (1956) mendapatkan penghargaan film komedi terbaik di Festival Film Asia Pasifik di Hongkong tahun 1956.
Usmar wafat pada tanggal 2 Januari 1971 dan dimakamkan di Pekuburan Karet, Jakarta.
Sementara itu, pemberian gelar diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.
Gelar diberikan kepada sosok yang telah meninggal dunia dan dalam semasa hidupnya memberi sumbangsih besar bagi harkat dan martabat bangsa.
Berita Lainnya
Raline Shah hadiri Cannes Film Festival 2024 dukung film Indonesia
Sabtu, 18 Mei 2024 16:49 Wib
JAFF Market digelar 3-5 Desember 2024 di Jogja Expo Center
Sabtu, 18 Mei 2024 0:29 Wib
Kuliner legendaris di Jakarta harus dilestarikan agar tak punah
Jumat, 17 Mei 2024 10:17 Wib
Sleman gelar Festival Bregada Prajurit lestarikan tradisi lokal
Rabu, 15 Mei 2024 13:09 Wib
Indonesia di Belanda mengulas peran-tantangan penghulu era modern
Sabtu, 11 Mei 2024 3:30 Wib
Menparekraf: Festival Penyu Pantai Mampie gaet wisatawan
Sabtu, 11 Mei 2024 3:21 Wib
Pelaku usaha di Indonesia segera ajukan sertifikasi untuk wisata halal
Rabu, 8 Mei 2024 19:18 Wib
Festival Wonder Wave 2025 jadi "sport tourisme" selancar tarik pelancong
Rabu, 8 Mei 2024 9:50 Wib