Rektor sebut "Nitilaku" menjadi penanda UGM bukan "menara gading"

id UGM,nitilaku UGM

Rektor sebut "Nitilaku" menjadi penanda UGM bukan "menara gading"

Kampus UGM (ANTARA)

Yogyakarta (ANTARA) - Rektor Universitas Gadja Mada (UGM) Prof Ova Emilia menyebut acara "Nitilaku" yang akan digelar pada 16-17 Desember 2023 menjadi wujud penanda bahwa UGM bukan "menara gading" yang berjarak dengan masyarakat.

"Yang khas dari UGM adalah Nitilaku, yang merupakan wujud bahwa UGM lahir tidak hanya sebagai menara gading yang berdiri sendiri tetapi ada kebersamaan dengan masyarakat dan Keraton. Ini adalah tradisi yang kita lakukan sehingga generasi selanjutnya mengetahui bagaimana UGM dibentuk," kata Rektor UGM Prof Ova Emilia di Yogyakarta, Kamis.

Nitilaku 2023 yang mengusung tema "Kenduri Kebangsaan Merajut Tenun Ke-Indonesiaan" menjadi salah satu rangkaian peringatan Dies Natalis UGM 2023.

Sejak 2012, Nitilaku dipahami sebagai kegiatan kultural historis dalam bentuk pawai sebagai simbol sejarah berdirinya UGM, berawal dari Siti Hinggil Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat menuju kampus UGM di Bulaksumur.

Menurut Ova, Nitilaku kini bertransformasi menjadi peristiwa budaya yang terus mensinergikan potensi UGM, masyarakat, komunitas, swasta dan pemerintah, dengan menonjolkan unsur-unsur sejarah perjuangan dan kebangsaan.

Tema Kenduri Kebangsaan Merajut Tenun Ke-Indonesiaan, menurut dia, sebagai sebuah upaya menjaga hubungan baik dengan Sang Pemilik Alam Semesta, memohon keselamatan, dijauhkan dari bencana dan segala keburukan yang bakal menimpa karena kealpaan manusia, sekaligus sebagai ruang kesadaran bersama untuk terus menjaga silaturahmi dengan sesama anak bangsa.

Di samping Kenduri Kebangsaan yang diisi dengan orasi dan pembacaan doa lintas agama dan kirab kebangsaan, Ketua Pokja Nitilaku 2022-2024 Bambang Paningron mengatakan Nitilaku juga dimeriahkan dengan instalasi seni, pasar kangen dan pasar UMKM dengan melibatkan berbagai komunitas seni dan budaya.

Hal ini sejalan dengan semangat Nitilaku yang membuka ruang partisipasi seluas-luasnya bagi masyarakat, khususnya masyarakat Yogyakarta.

"Tujuannya bagaimana kita bersepakat bersama membangun Indonesia melalui kedamaian, sekaligus mengingatkan kembali seluruh masyarakat untuk tidak terlalu emosional dalam menghadapi keniscayaan yang akan terjadi," kata Bambang.