Jakarta (ANTARA) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) merespons berbagai tanggapan soal fatwa salam lintas agama, dengan membeberkan alasan mengapa ucapan salam lintas agama tidak diperbolehkan.
Ketua MUI Bidang Fatwa Prof Asrorun Niam Sholeh menjelaskan salam terbagi menjadi dua, yakni salam yang bersifat umum seperti ucapan selamat pagi, dan salam yang bersifat khusus keagamaan.
"Sementara salam yang bersifat khusus yaitu term 'Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh' itu berdimensi keagamaan, di dalamnya ada doa," katanya ditemui di Kantor MUI Pusat, Jakarta, Jumat.
Niam melanjutkan doa yang terkandung dalam ucapan salam tersebut diajarkan secara khusus oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa sallam (SAW).
Hal tersebut, kata dia, dibuktikan dengan adanya hukum dalam Islam yang menyatakan bahwa menjawab salam adalah wajib.
"Artinya, di situ adalah masalah keagamaan yang berdimensi ubudiah," katanya menegaskan.
Adapun terkait toleransi beragama, ungkap Niam, dengan tidak mencampurkan salam antara salam satu agama tertentu dengan agama lainnya bukan berarti menunjukkan seseorang itu tidak menghargai agama lainnya.
"Makna toleransi itu ya sudah masing-masing nggak perlu anda mencampuradukkan salam yang bersifat khas keagamaan sebagai bagian dari doa khusus, menjadi satu kesatuan. Itu bukan makna toleransi yang dibenarkan dalam konteks keislaman. Nah itu yang perlu dipahami oleh publik," jelasnya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: MUI beberkan alasan mengapa ucapan salam lintas agama tak dibolehkan