Yogyakarta (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) melibatkan seluruh penyuluh keluarga berencana (KB) di provinsi ini untuk memperluas jangkauan literasi keuangan hingga ke lapisan masyarakat perdesaan.
"Penyuluh KB perlu diberikan edukasi terkait pengelolaan dan perencanaan keuangan, agar dapat menjadi duta literasi keuangan di Indonesia," ujar Kepala OJK DIY Eko Yunianto dalam "Kick Off Bulan Literasi Keuangan 2025 wilayah DIY" di Yogyakarta, Selasa.
Menurut Eko, kolaborasi dengan penyuluh KB sangat penting karena mereka telah memiliki kedekatan dan kepercayaan masyarakat di perdesaan.
Penyuluh, kata dia, mampu menyampaikan materi literasi keuangan secara efektif, termasuk kepada ibu-ibu rumah tangga yang rentan terjebak utang konsumtif atau investasi ilegal.
Eko pun menilai keterpaduan program keluarga berencana dan edukasi keuangan dapat meningkatkan efisiensi program pemerintah dalam menyejahterakan masyarakat.
"Perencanaan keuangan dan perencanaan keluarga harus berjalan beriringan. Ini akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan keluarga," ujarnya.
Berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan 2025, indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia tercatat sebesar 66,46 persen, sementara indeks inklusi keuangan mencapai 80,51 persen.
"Masih ada gap yang relatif besar, sekitar 14 persen. Masyarakat kita sudah menggunakan dan mengakses produk dan layanan jasa keuangan tapi sebenarnya belum memahami sepenuhnya terkait dengan manfaat dan risikonya," ujar dia.
Melalui kolaborasi dengan BKKBN DIY, Eko berharap penyuluh KB bisa menjadi ujung tombak untuk memperluas edukasi keuangan, termasuk menghindari pinjaman online ilegal atau penipuan berkedok investasi.
"Jangan sampai masyarakat terjebak penawaran-penawaran investasi yang ujungnya adalah merugikan masyarakat kita, menggunakan pembiayaan dari pinjol yang ilegal seperti itu," kata dia.
Deputi Bidang Penggerakan dan Peran Serta Masyarakat BKKBN Sukaryo Teguh Santoso mendukung penuh kolaborasi itu karena literasi keuangan dinilai turut berdampak pada kehidupan keluarga, termasuk dalam upaya penurunan stunting.
"Pengaruhnya memang tidak langsung, tapi jelas ada kaitannya. Gizi anak tergantung pada alokasi belanja rumah tangga. Kalau uangnya ada tapi dipakai bukan untuk kebutuhan gizi, misalnya untuk rokok, artinya keluarga itu belum terliterasi secara keuangan," kata dia.
Menurut dia, tidak kurang dari 200 penyuluh KB di DIY bakal dilibatkan dan diharapkan kolaborasi serupa dapat direplikasi ke seluruh provinsi di Indonesia.
"Saya kira ini potensinya akan bisa ke seluruh Indonesia. Kita punya 18.000-an penyuluh KB yang ada di seluruh provinsi," ucap dia.
BKKBN menargetkan prevalensi stunting nasional turun menjadi 18 persen pada 2025 dan 14 persen pada 2029.
Sukaryo optimistis peningkatan kemampuan keluarga mengelola keuangan bakal berkontribusi terhadap tercapainya target tersebut.
"Sekali lagi berbicara tentang keuangan di dalam keluarga itu pengaruhnya ke berbagai aspek kehidupan keluarga," tutur Sukaryo.
