Yogyakarta (ANTARA) - Tepat satu tahun sejak kehadirannya di Jalan Malioboro, gerai Cinjo yang menyuguhkan minum cincau hijau dengan aneka rasa menggandeng organisasi pameran TYCTY membuka pameran seni rupa dalam rangka merayakan hari jadinya yang pertama.
Pameran bertajuk Unforced Beauty tersebut akan berlangsung selama sebulan penuh mulai 1 - 30 Juni ini bertempat di Kala Jumpa Bar & Dine, lantai satu Aveta Hotel Malioboro, Yogyakarta.
Dibuka secara gratis untuk umum, pameran ini mempertemukan 20 seniman dari berbagai latar belakang dan aliran, mulai dari realisme detail hingga ekspresionisme dan abstraksi.
Acara pembukaan pada Minggu (1/6) sore turut dimeriahkan dengan pertunjukan tarian, orkestra live musik dari SMM, tari tradisional dari siswa SMKI Yogyakarta, dan pembacaan puisi oleh perwakilan TYCTY.
“Ini merupakan bentuk ucapan terima kasih kami kepada pelanggan, mitra, dan komunitas seni yang telah memberikan dukungan sejak awal berdirinya Cinjo. Harapan kami, semangat ini terus hidup dan berkembang di tahun-tahun berikutnya,” kata Ristanto, Food & Beverages Manager Aveta Hotel Malioboro.

Mengangkat tema One Year, One Love, lanjut Ristanto, Cinjo hadir dengan beragam varian rasa yang diminati anak muda, apalagi dengan harga yang sangat terjangkau Rp20 ribu per satu cup-nya.
"Rasanya nagih, enak. Ini beli dua. Rasa Cinjo original gula aren dan yang kopi. Manisnya pas dan asli enak sih," kata Widi, salah satu pembeli Cinjo yang ditemui di depan gerai.
Operational Manager Aveta Hotel Maria Fransiska yang membuka acara tersebut menjelaskan bahwa inisiatif tersebut merupakan bagian dari komitmen Aveta mendukung dunia seni.
“Yogyakarta adalah kota para seniman, dan kami ingin mengambil bagian untuk memfasilitasi ruang mereka bertumbuh. Kami bersyukur, kini semakin banyak hotel yang mengikuti langkah serupa,” tuturnya.
Pameran Unforced Beauty, lanjut Maria, menjadi penanda keempat kalinya Aveta Hotel menyelenggarakan pameran seni sejak 2024, dengan format kuratorial yang terus berkembang dari gaya klasik hingga kontemporer. Keterlibatan generasi muda, terutama seniman-seniman muda Jogja, menjadi ciri khas utama kerja sama dengan para seniman.

Deden Fajar Hutomo menambahkan tema pameran Unforced Beauty sendiri mengambarkan kebebasan dari para seniman dalam berkarya, di tengah profesi yang mereka geluti ada yang karyawan, pedagang, ojek online, dan lainnya.
Pameran tersebut, kata Deden, menghadirkan keragaman gaya dan pendekatan dalam melukis, pelukis Anang Asmara, Oskar Matano, Tantar Matano, dan Berto Made Putra memperlihatkan ketekunan mereka dalam realisme, mengejar detail dan kesetiaan visual yang hidup. Sementara Dadah Subagja, Sindu Siwikan, Ahmad Nur Mahdi, dan Wahyu Rama Dhani mengeksplorasi realisme imajinatif, sebuah pendekatan yang memadukan realitas dan dunia batin dalam satu ruang visual yang utuh.
Untuk karya N. Rinaldy, Moell, dan Sujiat menampilkan karakter ekspresif dan intuitif, dengan bentuk yang muncul secara spontan, namun tetap menyimpan makna personal yang dalam. Di sisi lain, D. Koestrita dan Joni Asman menjelajah ranah abstraksi, di mana warna dan garis menjadi bahasa utama untuk menyampaikan emosi dan kejujuran batin.
Para seniman yang terlibat antara lain: Anang Asmara, Agapitus Ronaldo, Ahmad Nur Mahdi, Amboro Liring, Berto Made Putra, Dadah Subagja, Deden FG, Joni Asman, Johnal Harisa, D. Koestrita, Lilik Subekti, Tri Yunanto, Mokojepe, Oskar Matano, Tantar Matano, N. Rinaldy, Moell, Sujiat, Sindu Siwikan, dan Wahyu Rama Dhani.
