Gunung Kidul (Antara Jogja) - Pengusaha mete di Karangmojo, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, mengakui produksi bahan baku mete terus menurun dalam tiga tahun terakhir.
"Kami harus mendatangkan mete dari luar Gunung Kidul, seperti daerah Pacitan dan Wonogiri," kata Ketua Kelompok Usaha Bersama (KUB) Pedukuhan Banjardowo Dadi Mulyo di Gunung Kidul, Rabu.
Ia mengatakan terpaksa mendatangkan kacang mete dari luar daerah karena produksi mete di wilayahnya mengalami penurunan hingga 50 persen.
Pada musim panen yang meliputi tiga wilayah yakni Desa Karangmojo, Jatiayu dan Gedangrejo hanya mampu mengasilkan 35 - 40 ton mete. Padahal, sebelumnya bisa menghasilkan 70 ton.
"Turunnya produksi mete akibat tingginya intensitas hujan. Banyak buah mete yang jatuh tertimpa air hujan sehingga produksi mete menurun," kata Dadi.
Dadi mengatakan di wilayahnya terdapat 30 perajin yang membutuhkan 1,5 ton mete per bulannya. Sehingga pihaknya terpaksa mendatangkan dari luar. Hal ini membawa konsekuensi meningkatnya ongkos produksi. Harga mete dari luar Rp19-20 ribu per kilogramnya. Padahal, saat panen raya hanya berkisar Rp10 ribu-Rp12 ribu per kilogramnya.
Dia mengatakan panen mete di wilayahnya hanya terjadi sekali dalam setahun dari Agustus hingga Desember.
"Ongkos produksi dipastikan meningkat karena harganya lebih mahal," kata dia.
Sementara itu, perajin mete Desa Gedangrejo, Sulastri, mengatakan harga mete siap goreng saat bahan sulit didapat meningkat hampir dua kali lipat.
Mete kering open dengan kualitas baik saat ini dijual dengan harga Rp110 ribu per kg. Saat produksi bahan melimpah harga mete hanya Rp60-65 ribu per kg.
"Saat ini, biaya produksi meningkat drastis, sehingga harga jual mete juga tinggi," katanya.
Ia dan perajin mete lainnya berharap dinas terkait dapat melakukan peremajaan tanaman mete di wilayahnya. "Saat ini banyak tanaman mete yang sudah tergusur dengan tanaman keras lainnya," kata Sulastri.
(U.KR-STR)
"Kami harus mendatangkan mete dari luar Gunung Kidul, seperti daerah Pacitan dan Wonogiri," kata Ketua Kelompok Usaha Bersama (KUB) Pedukuhan Banjardowo Dadi Mulyo di Gunung Kidul, Rabu.
Ia mengatakan terpaksa mendatangkan kacang mete dari luar daerah karena produksi mete di wilayahnya mengalami penurunan hingga 50 persen.
Pada musim panen yang meliputi tiga wilayah yakni Desa Karangmojo, Jatiayu dan Gedangrejo hanya mampu mengasilkan 35 - 40 ton mete. Padahal, sebelumnya bisa menghasilkan 70 ton.
"Turunnya produksi mete akibat tingginya intensitas hujan. Banyak buah mete yang jatuh tertimpa air hujan sehingga produksi mete menurun," kata Dadi.
Dadi mengatakan di wilayahnya terdapat 30 perajin yang membutuhkan 1,5 ton mete per bulannya. Sehingga pihaknya terpaksa mendatangkan dari luar. Hal ini membawa konsekuensi meningkatnya ongkos produksi. Harga mete dari luar Rp19-20 ribu per kilogramnya. Padahal, saat panen raya hanya berkisar Rp10 ribu-Rp12 ribu per kilogramnya.
Dia mengatakan panen mete di wilayahnya hanya terjadi sekali dalam setahun dari Agustus hingga Desember.
"Ongkos produksi dipastikan meningkat karena harganya lebih mahal," kata dia.
Sementara itu, perajin mete Desa Gedangrejo, Sulastri, mengatakan harga mete siap goreng saat bahan sulit didapat meningkat hampir dua kali lipat.
Mete kering open dengan kualitas baik saat ini dijual dengan harga Rp110 ribu per kg. Saat produksi bahan melimpah harga mete hanya Rp60-65 ribu per kg.
"Saat ini, biaya produksi meningkat drastis, sehingga harga jual mete juga tinggi," katanya.
Ia dan perajin mete lainnya berharap dinas terkait dapat melakukan peremajaan tanaman mete di wilayahnya. "Saat ini banyak tanaman mete yang sudah tergusur dengan tanaman keras lainnya," kata Sulastri.
(U.KR-STR)