Yogyakarta (Antara) - Empat anggota Dewan Perwakilan Daerah dari Daerah Istimewa Yogyakarta, GKR Hemas, Afnan Hadikusumo, Cholid Mahmud, dan Hafidz Asrom, menolak kepemimpinan Oesman Sapta Odang.
"Kami menolak kepemimpinan baru DPD yang diketuai Oesman Sapta karena tidak sah dan prosedur pelantikannya bertentangan dengan peraturan yang berlaku," kata GKR Hemas pada silaturahim DPD RI DIY dengan wartawan di Yogyakarta, Jumat.
Menurut dia, pimpinan baru DPD yakni Oesman Sapta Odang, Nono Sampono, dan Darmayanti Lubis dipilih tidak berdasarkan koridor peraturan yang berlaku sehingga tidak memiliki dasar hukum.
Proses pemilihan itu, kata Hemas, tidak memenuhi legalitas karena Mahkamah Agung (MA) telah mengeluarkan surat pernyataan bahwa Peraturan DPD RI Nomor 1 Tahun 2016 tentang Tata Tertib bertentangan dengan UU Nomor 17 tahun 2014 tentang MD3.
"Oleh karena itu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. MA memerintahkan kepada pimpinan DPD yakni kami pada saat itu untuk mencabut peraturan tata tertib tersebut," kata istri Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X itu.
Ia mengatakan saat ini sebanyak 44 anggota DPD yang menolak kepemimpinan baru sedang menunggu keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas laporan terhadap Wakil Ketua MA Suwardi yang mengambil sumpah jabatan pimpinan baru DPD yang tidak sesuai hukum.
"Keputusan PTUN itu diagendakan pada 8 Juni 2017, dan kami menunggu apakah hukum benar-benar melihat dengan mata terbuka karena fakta pengadilan sudah bicara," kata Hemas.
Cholid Mahmud mengatakan penolakan terhadap kepemimpinan baru DPD itu merupakan bentuk komitmen penegakan hukum di Indonesia. Penolakan itu bukan dilandasi oleh faktor kekuasaan.
"Penolakan itu semata-mata demi tegaknya hukum di Indonesia. Kami yakin berdasarkan fakta persidangan di PTUN bahwa yang kami lakukan sudah benar untuk menjaga kredibilitas DPD sebagai perwakilan daerah," kata Cholid.
Afnan Hadikusumo mengatakan sebanyak 44 dari total 132 anggota DPD menyatakan penolakan terhadap kepemimpinan Oesman Sapta yang dinilai tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Penolakan tersebut, menurut dia, kemudian melahirkan keputusan otoriter dari pimpinan baru DPD yakni penahanan anggaran reses bagi anggota yang tidak bersedia menandatangani pernyataan dukungan pada pimpinan baru.
"Sebanyak 44 anggota DPD termasuk empat dari DIY tidak bersedia tanda tangan sehingga tidak diberi anggaran reses. Bagi kami itu tidak masalah karena integritas jauh lebih mahal dibandingkan uang reses sebesar Rp150 juta," kata Afnan.
(B015)
"Kami menolak kepemimpinan baru DPD yang diketuai Oesman Sapta karena tidak sah dan prosedur pelantikannya bertentangan dengan peraturan yang berlaku," kata GKR Hemas pada silaturahim DPD RI DIY dengan wartawan di Yogyakarta, Jumat.
Menurut dia, pimpinan baru DPD yakni Oesman Sapta Odang, Nono Sampono, dan Darmayanti Lubis dipilih tidak berdasarkan koridor peraturan yang berlaku sehingga tidak memiliki dasar hukum.
Proses pemilihan itu, kata Hemas, tidak memenuhi legalitas karena Mahkamah Agung (MA) telah mengeluarkan surat pernyataan bahwa Peraturan DPD RI Nomor 1 Tahun 2016 tentang Tata Tertib bertentangan dengan UU Nomor 17 tahun 2014 tentang MD3.
"Oleh karena itu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. MA memerintahkan kepada pimpinan DPD yakni kami pada saat itu untuk mencabut peraturan tata tertib tersebut," kata istri Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X itu.
Ia mengatakan saat ini sebanyak 44 anggota DPD yang menolak kepemimpinan baru sedang menunggu keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas laporan terhadap Wakil Ketua MA Suwardi yang mengambil sumpah jabatan pimpinan baru DPD yang tidak sesuai hukum.
"Keputusan PTUN itu diagendakan pada 8 Juni 2017, dan kami menunggu apakah hukum benar-benar melihat dengan mata terbuka karena fakta pengadilan sudah bicara," kata Hemas.
Cholid Mahmud mengatakan penolakan terhadap kepemimpinan baru DPD itu merupakan bentuk komitmen penegakan hukum di Indonesia. Penolakan itu bukan dilandasi oleh faktor kekuasaan.
"Penolakan itu semata-mata demi tegaknya hukum di Indonesia. Kami yakin berdasarkan fakta persidangan di PTUN bahwa yang kami lakukan sudah benar untuk menjaga kredibilitas DPD sebagai perwakilan daerah," kata Cholid.
Afnan Hadikusumo mengatakan sebanyak 44 dari total 132 anggota DPD menyatakan penolakan terhadap kepemimpinan Oesman Sapta yang dinilai tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Penolakan tersebut, menurut dia, kemudian melahirkan keputusan otoriter dari pimpinan baru DPD yakni penahanan anggaran reses bagi anggota yang tidak bersedia menandatangani pernyataan dukungan pada pimpinan baru.
"Sebanyak 44 anggota DPD termasuk empat dari DIY tidak bersedia tanda tangan sehingga tidak diberi anggaran reses. Bagi kami itu tidak masalah karena integritas jauh lebih mahal dibandingkan uang reses sebesar Rp150 juta," kata Afnan.
(B015)