Iqbo Ora/Nigeria (ANTARA) - Di sebuah tempat bermain sekolah yang berdebu di barat daya Nigeria, anak-anak berbaris untuk kembali ke kelas mereka, kebanyakan dari mereka adalah kembar identik.

Pemandangan seperti itu dapat dijumpai di banyak tempat di Igbo Ora, di mana sebuah spanduk bertuliskan "Ibu kota kembar dunia” menyambut wisatawan.

Anak kembar adalah hal bisa bagi kelompok etnis Yoruba yang mendominasi barat daya Nigeria. Sebuah penelitian oleh ginekolog Inggris menemukan bahwa setiap 1.000 kelahiran akan ada lebih kurang 50 anak kembar, yang merupakan angka kelahiran bayi kembar tertinggi di dunia.

Dalam budaya Yoruba, anak kembar adalah hal yang biasa sampai-sampai bayi kembar diberi nama tradisional yang spesifik. Mereka akan dipanggil Taiwo atau Kehinde, tergantung apakah mereka lahir pertama atau kedua.

Tapi bahkan untuk masyarakat Yoruba, Igbo Ora dinilai sebagai pengecualian. Di antara hampir 100 anak sekolah menengah yang berkumpul setelah jam istirahat, ada sembilan pasang anak kembar.

"Banyak sekali anak kembar karena kami memakan daun okra" kata salah satu anak kembar, Kehinde Oyedepo, 15 tahun, menyampaikan pandangan sebagian besar peduduk Kota Igbo Ora. Daun okra digunakan untuk membuat sup yang terkenal di Igbo Ora.

Yang lain berpendapat bahwa popularitas amala - masakan lokal yang terbuat dari ubi jalar dan tepung singkong menjadi penyebab banyaknya anak kembar, salah satu teori menyebutkan bahwa ubi jalar meningkatkan produksi gonadotropin, senyawa yang merangsang produksi telur.

Ekujumi Olarenwaju, dokter kandungan yang bertempat di Lagos, sekitar 100 mil (160 km) dari Igbo Ora, percaya bahwa penyebab fenomena anak kembar bukanlah akibat konsumsi ubi jalar, karena ubi jalar juga dikonsumsi di seluruh dunia tapi tidak terjadi fenomena seperti ini.

"Sejauh ini, secara ilmiah, tidak ada yang mengatakan inilah alasanya," ucap Olarenwaju.

"salah satu penyebab yang paling bisa diterima adalah faktor keturunan, mungkin karena bertahun-tahun mereka menikah sesama suku, mereka sekarang memilik gen yang terkumpul dan terkonsentrasi di lingkungan itu," katanya.

Tetapi para wanita yang menjual tumpukan daun okra di pasar kota dengan cepat menolak pandangan tersebut.

Mereka mengatakan tradisi lokal tentang bagaimana daun dikonsumsi sangat penting. Misalnya, rebusan yang terbuat dari daun harus segera dimakan dan tidak pernah disimpan.

Oyenike Bamimore, yang menjual roti, mengatakan bahwa dia adalah bukti nyata bahwa makanan itu adalah penyebabnya. "Karena saya banyak makan daun okra, saya melahirkan delapan pasang anak kembar," katanyaFarizal Luqman/Nusarina

Pewarta : Farizal Luqman/Nusarina
Editor : Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2024