Yogyakarta (ANTARA) - Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta terus mengingatkan warga untuk mewaspadai potensi meningkatnya penularan demam berdarah pada awal musim hujan, termasuk mewaspadai gejala awal penularan penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk tersebut.
“Mewaspadai tanda-tanda awal penularan demam berdarah (DB) sangat penting dilakukan. Terutama menghitung waktu panas supaya masa ‘shock’ atau kritis dapat diatasi dengan baik,” kata Kepala Seksi Pengendalian Penyakit Menular dan Imunisasi Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Endang Sri Rahayu di Yogyakarta, Minggu.
Menurut dia, warga perlu mencatat secara pasti waktu awal terjadi demam untuk menghitung hari demam, bahkan hingga hitungan jam bukan saja pada hari.
“Satu hari panas dihitung dari jam awal terjadinya demam. Misalnya dimulai pada pukul 08.00 WIB, satu hari demam adalah pada pukul 08.00 WIB hari berikutnya,” katanya.
Baca juga: PMI DIY kirim 100 rompi untuk relawan PMI di DKI Jakarta
Ia mengatakan, penanganan DB harus dilakukan dengan menghitung waktu demam karena masa kritis biasanya terjadi pada hari keempat atau kelima demam. Pada masa kritis tersebut, suhu tubuh pasien justru mengalami penurunan yang signifikan namun terkadang disertai dengan gejala lain seperti sakit kepala dan mual.
“Jika tidak ditangani dengan baik, maka masyarakat bisa saja mengartikan bahwa kondisi pasien sudah membaik tetapi yang terjadi justru pasien dalam masa ‘shock’. Pada masa seperti ini, perlu penanganan medis yang tepat,” katanya.
Oleh karena itu, lanjut Endang, saat pasien mengalami gejala awal penularan DB seperti demam tinggi, maka disarankan untuk segera menghubungi Puskesmas terdekat untuk mendapat penanganan awal yang baik.
“Kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan berbagai tindakan pencegahan lain juga perlu terus digiatkan di lingkungan warga. Mengubur barang yang berpotensi menjadi genangan juga sangat penting dilakukan,” katanya.
Baca juga: Angin kencang landa tujuh kecamatan di Bantul
Hingga akhir Desember 2019, total kasus DB di Kota Yogyakarta mencapai 474 kasus dengan satu kematian atau mengalami kenaikan bila dibanding tahun sebelumnya yaitu 413 kasus. Kasus terbanyak terjadi di Kelurahan Brontokusuman dengan 29 kasus dan paling sedikit di Kelurahan Tegalrejo dan Patehan dengan satu kasus.
“Pada 2018, sudah terjadi kenaikan kasus DB pada Oktober hingga Desember. Namun pada 2019 baru terjadi kenaikan pada Desember. Jika tidak dilakukan upaya antisipasi dengan PSN atau menjaga kebersihan lingkungan, maka kasus bisa meningkat pada awal tahun ini,” katanya.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, puncak kasus DB biasanya terjadi pada Mei dan kembali turun saat musim kemarau tiba.
Baca juga: Disdukcapil Yogyakarta: Pengurusan surat keterangan kependudukan cukup di kecamatan