Sleman (ANTARA) - Prosesi upacara adat Labuhan Gunung Merapi dalam rangka "Tingalan Dalem Jumenengan" atau peringatan naik tahta Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X, Senin (15/3) hanya diikuti oleh abdi dalem bersama pendamping juru kunci Gunung Merapi.
"Sudah dua tahun ini upacara adat Labuhan Merapi tidak dapat diikuti masyarakat umum, karena pandemi COVID-19. Setelah tahun kemarin labuhan hanya dilakukan sangat terbatas, tahun ini hanya diikuti abdi dalem dan pendamping juru kunci Merapi, sekitar 30 orang," kata Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Sleman Aji Wulantara di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Senin.
Menurut dia, rombongan juru kunci Merapi bersama pendamping dan abdi dalem Keraton Yogyakarta memulai prosesi labuhan dari Pendopo Kinahrejo (petilasan rumah Mbah Maridjan) pada Senin pagi dan bergerak dengan berjalan kaki membawa "uba rampe" (perlengkapan) labuhan menuju ke Bangsal Srimanganti di lereng Gunung Merapi.
"Perjalanan sampai ke Bangsal Srimanganti sekitar dua jam, kemudian sesampai di sana dilakukan doa oleh juru kunci Merapi Ki Asih," katanya.
Ia mengatakan untuk "lorotan" (nasi sekepal dan perlengkapan lain) yang biasanya setelah didoakan langsung dibagikan kepada peserta labuhan, untuk tahun ini akan dibawa turun dan dibagikan kepada masyarakat yang "ngalap berkah" (mencari berkah) dari labuhan Merapi.
"Memang ada keyakinan dari masyarakat, khususnya Yogyakarta yang berharap berkah dan permohonan melalui prosesi labuhan berupa 'lorotan' dari labuhan," katanya.
Aji mengemukakan prosesi labuhan Merapi telah dilaksanakan sejak Minggu (14/3), yang diawali penyerahan "uba rampe" prosesi labuhan Merapi dari Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat (Keraton Yogyakarta) kepada Juru Kunci Gunung Merapi Mas Wedana Suraksohargo Asihono atau Mas Asih di Kantor Kapanewon (Kecamatan) Cangkringan.
Penyerahan "uba rampe" dilakukan sejumlah abdi dalem Keraton Yogyakarta kepada Panewu (Camat) Depok, yang selanjutnya dibawa ke Kecamatan Cangkringan dan dilanjutkan serah terima antara Camat Depok kepada Camat Cangkringan.
Usai prosesi penerimaan, ubarampe diserahkan kepada juru kunci Gunung Merapi Ki Asih untuk dibawa ke Pendopo Kinahrejo, Umbulharjo, Cangkringan dan ubarampe disemayamkan di Pendopo Petilasan Mbah Maridjan di Dusun Kinahrejo selama satu malam. Pada malam harinya digelar kenduri, tahlil, dan doa-doa.
"Labuhan Merapi tahun ini tetap diadakan secara sederhana. Susunan kegiatan yang digelar hanya prosesi inti. Sama seperti tahun lalu, agenda rutin tiap tanggal 30 Rajab (kalender Jawa) ini dilaksanakan dengan aturan protokol kesehatan ketat, karena masih dalam masa pandemi COVID-19," katanya.
Ia mengatakan saat ini Pemerintah Kabupaten Sleman juga masih menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berbasis Mikro.
"Berbeda dengan sebelum pandemi, dua tahun terakhir ini untuk kegiatan hiburan masyarakat, seperti kesenian dan pagelaran wayang kulit ditiadakan," katanya.
"Sudah dua tahun ini upacara adat Labuhan Merapi tidak dapat diikuti masyarakat umum, karena pandemi COVID-19. Setelah tahun kemarin labuhan hanya dilakukan sangat terbatas, tahun ini hanya diikuti abdi dalem dan pendamping juru kunci Merapi, sekitar 30 orang," kata Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Sleman Aji Wulantara di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Senin.
Menurut dia, rombongan juru kunci Merapi bersama pendamping dan abdi dalem Keraton Yogyakarta memulai prosesi labuhan dari Pendopo Kinahrejo (petilasan rumah Mbah Maridjan) pada Senin pagi dan bergerak dengan berjalan kaki membawa "uba rampe" (perlengkapan) labuhan menuju ke Bangsal Srimanganti di lereng Gunung Merapi.
"Perjalanan sampai ke Bangsal Srimanganti sekitar dua jam, kemudian sesampai di sana dilakukan doa oleh juru kunci Merapi Ki Asih," katanya.
Ia mengatakan untuk "lorotan" (nasi sekepal dan perlengkapan lain) yang biasanya setelah didoakan langsung dibagikan kepada peserta labuhan, untuk tahun ini akan dibawa turun dan dibagikan kepada masyarakat yang "ngalap berkah" (mencari berkah) dari labuhan Merapi.
"Memang ada keyakinan dari masyarakat, khususnya Yogyakarta yang berharap berkah dan permohonan melalui prosesi labuhan berupa 'lorotan' dari labuhan," katanya.
Aji mengemukakan prosesi labuhan Merapi telah dilaksanakan sejak Minggu (14/3), yang diawali penyerahan "uba rampe" prosesi labuhan Merapi dari Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat (Keraton Yogyakarta) kepada Juru Kunci Gunung Merapi Mas Wedana Suraksohargo Asihono atau Mas Asih di Kantor Kapanewon (Kecamatan) Cangkringan.
Penyerahan "uba rampe" dilakukan sejumlah abdi dalem Keraton Yogyakarta kepada Panewu (Camat) Depok, yang selanjutnya dibawa ke Kecamatan Cangkringan dan dilanjutkan serah terima antara Camat Depok kepada Camat Cangkringan.
Usai prosesi penerimaan, ubarampe diserahkan kepada juru kunci Gunung Merapi Ki Asih untuk dibawa ke Pendopo Kinahrejo, Umbulharjo, Cangkringan dan ubarampe disemayamkan di Pendopo Petilasan Mbah Maridjan di Dusun Kinahrejo selama satu malam. Pada malam harinya digelar kenduri, tahlil, dan doa-doa.
"Labuhan Merapi tahun ini tetap diadakan secara sederhana. Susunan kegiatan yang digelar hanya prosesi inti. Sama seperti tahun lalu, agenda rutin tiap tanggal 30 Rajab (kalender Jawa) ini dilaksanakan dengan aturan protokol kesehatan ketat, karena masih dalam masa pandemi COVID-19," katanya.
Ia mengatakan saat ini Pemerintah Kabupaten Sleman juga masih menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berbasis Mikro.
"Berbeda dengan sebelum pandemi, dua tahun terakhir ini untuk kegiatan hiburan masyarakat, seperti kesenian dan pagelaran wayang kulit ditiadakan," katanya.