Yogyakarta (ANTARA) - Guru Besar Psikologi Pendidikan Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Prof. Azhar mengajak para mitra deradikalisasi atau mantan narapidana terorisme (napiter) untuk menyatukan tekad kembali pada ajaran agama Islam yang rahmatan lil alamin, serta ideologi terbaik bangsa yaitu Pancasila.
Prof Azhar pada Silaturahmi Kebangsaan dan Cinta Anak Negeri Bersama Mitra Deradikalisasi di Yayasan Bumi Damai, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Kamis, mengatakan, hal itu penting untuk menyongsong menuju masa depan yang baik bagi para mitra deradikalisasi.
"Yang sulit saat ini yaitu menyatukan kedudukan pribadi kita sebagai umat dan warga negara. Mudah-mudahan ke depan kita semua dapat menyatakan dengan tegas bahwa "Saya Muslim, Saya Pancasila" secara bersamaan," kata dia dalam keterangannya.
Menurut dia, jangan lupakan bahwa pencetus Pancasila merupakan tokoh ulama-ulama besar di Indonesia baik dari Muhammadiyah maupun dari Nahdlatul Ulama (NU).
"Jadi semua peraturan yang dibuat itu untuk kebaikan kita semua. Menjadi umat yang baik harus taat kepada perintah agama, menjadi masyarakat yang baik harus taat kepada aturan pemerintah," katanya.
Oleh karena itu, Prof Azhar berpesan kepada para mitra deradikalisasi, bahwa betapa pentingnya memahami perbedaan antara konsep khalifah dan khilafah.
"Khalifah merujuk pada individu yang bertanggung jawab untuk memakmurkan bumi dan mengurusnya, sedangkan khilafah mengacu pada institusi, lembaga, atau bentuk pemerintahan yang sering kali digunakan dalam konteks politik dan sejarah Islam," katanya.
Lebih lanjut dia mengatakan, keberadaaan anak-anak saat ini yang dapat dikenal dengan generasi strawberi karena dianggap sangat rapuh dan cepat tersinggung. Karena itu, dengan melakukan perubahan kecil sejak dini akan merubah masa depan anak menjadi lebih baik.
"Salah satu upaya kecil untuk membangun bangsa yang baik yaitu dengan selalu melakukan majelis permusyawaratan rumah tangga. Dengan musyawarah keluarga secara rutin dapat menumbuhkan rasa anggota keluarga untuk berpartisipasi dalam tujuan keluarga," katanya.
"Hal kecil ini dapat disebut demokrasi. Demokrasi yang ditanamkan sejak dini yang diawali di lingkup terkecil diharapkan di masa yang akan datang dapat berkembang di kalangan masyarakat," kata Prof Azhar.
Sementara itu, Kepala Subdit Bina Masyarakat, Direktorat Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Kolonel Sujatmiko mengatakan, kegiatan ini memiliki nilai penting dalam budaya dan tradisi Indonesia, terutama dalam konteks masyarakat yang memiliki nilai-nilai kebersamaan menjadi lebih kuat dalam membangun hubungan, mempererat persaudaraan dan kepercayaan.
"Oleh sebab itu apabila masih ada perbedaan pemikiran, lebih baik dapat didiskusikan pada kesempatan yang baik ini. Karena yang berbeda itu sejatinya sama-sama mencari kebaikan, artinya sama-sama mencari keselamatan di dunia dan akhirat," katanya.
Dia berharap, agar para mitra deradikalisasi sebagai warga negara menyadari virus radikalisme yang dapat merusak sendi-sendi berbangsa dan bernegara.
"Kita harus mengetahui lima narasi sebagai virus radikalisme yang berkembang saat ini yaitu virus anti-Pancasila, virus anti-NKRI, virus anti-Kebhinekaan, virus kekerasan serta virus anti terhadap pemerintahan yang sah," katanya.
Pihaknya juga menegaskan, jangan sampai sebagai warga negara, para mitra deradikalisasi anti terhadap pemerintahan yang sah. Pemerintahan yang sah didirikan sesuai kesepakatan seluruh bangsa Indonesia, karena itu perlu dihormati dengan kritik yang baik.
Sementara itu, Ketua Yayasan Bumi Damai Yogyakarta Nurali Iswandi mengatakan, seluruh warga negara adalah anak-anak bangsa yang berperan untuk menjaga keutuhan dan kemakmuran NKRI.
Dia berharap, dengan adanya Rumah Singgah Bumi Damai yang menampung 190 orang terdiri dari anak yatim dan keluarga narapidana terorisme mampu menyelamatkan anak bangsa.
"Diharapkan kita bersama-sama bisa melakukan karya nyata untuk membantu mengurai permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat," katanya.
Prof Azhar pada Silaturahmi Kebangsaan dan Cinta Anak Negeri Bersama Mitra Deradikalisasi di Yayasan Bumi Damai, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Kamis, mengatakan, hal itu penting untuk menyongsong menuju masa depan yang baik bagi para mitra deradikalisasi.
"Yang sulit saat ini yaitu menyatukan kedudukan pribadi kita sebagai umat dan warga negara. Mudah-mudahan ke depan kita semua dapat menyatakan dengan tegas bahwa "Saya Muslim, Saya Pancasila" secara bersamaan," kata dia dalam keterangannya.
Menurut dia, jangan lupakan bahwa pencetus Pancasila merupakan tokoh ulama-ulama besar di Indonesia baik dari Muhammadiyah maupun dari Nahdlatul Ulama (NU).
"Jadi semua peraturan yang dibuat itu untuk kebaikan kita semua. Menjadi umat yang baik harus taat kepada perintah agama, menjadi masyarakat yang baik harus taat kepada aturan pemerintah," katanya.
Oleh karena itu, Prof Azhar berpesan kepada para mitra deradikalisasi, bahwa betapa pentingnya memahami perbedaan antara konsep khalifah dan khilafah.
"Khalifah merujuk pada individu yang bertanggung jawab untuk memakmurkan bumi dan mengurusnya, sedangkan khilafah mengacu pada institusi, lembaga, atau bentuk pemerintahan yang sering kali digunakan dalam konteks politik dan sejarah Islam," katanya.
Lebih lanjut dia mengatakan, keberadaaan anak-anak saat ini yang dapat dikenal dengan generasi strawberi karena dianggap sangat rapuh dan cepat tersinggung. Karena itu, dengan melakukan perubahan kecil sejak dini akan merubah masa depan anak menjadi lebih baik.
"Salah satu upaya kecil untuk membangun bangsa yang baik yaitu dengan selalu melakukan majelis permusyawaratan rumah tangga. Dengan musyawarah keluarga secara rutin dapat menumbuhkan rasa anggota keluarga untuk berpartisipasi dalam tujuan keluarga," katanya.
"Hal kecil ini dapat disebut demokrasi. Demokrasi yang ditanamkan sejak dini yang diawali di lingkup terkecil diharapkan di masa yang akan datang dapat berkembang di kalangan masyarakat," kata Prof Azhar.
Sementara itu, Kepala Subdit Bina Masyarakat, Direktorat Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Kolonel Sujatmiko mengatakan, kegiatan ini memiliki nilai penting dalam budaya dan tradisi Indonesia, terutama dalam konteks masyarakat yang memiliki nilai-nilai kebersamaan menjadi lebih kuat dalam membangun hubungan, mempererat persaudaraan dan kepercayaan.
"Oleh sebab itu apabila masih ada perbedaan pemikiran, lebih baik dapat didiskusikan pada kesempatan yang baik ini. Karena yang berbeda itu sejatinya sama-sama mencari kebaikan, artinya sama-sama mencari keselamatan di dunia dan akhirat," katanya.
Dia berharap, agar para mitra deradikalisasi sebagai warga negara menyadari virus radikalisme yang dapat merusak sendi-sendi berbangsa dan bernegara.
"Kita harus mengetahui lima narasi sebagai virus radikalisme yang berkembang saat ini yaitu virus anti-Pancasila, virus anti-NKRI, virus anti-Kebhinekaan, virus kekerasan serta virus anti terhadap pemerintahan yang sah," katanya.
Pihaknya juga menegaskan, jangan sampai sebagai warga negara, para mitra deradikalisasi anti terhadap pemerintahan yang sah. Pemerintahan yang sah didirikan sesuai kesepakatan seluruh bangsa Indonesia, karena itu perlu dihormati dengan kritik yang baik.
Sementara itu, Ketua Yayasan Bumi Damai Yogyakarta Nurali Iswandi mengatakan, seluruh warga negara adalah anak-anak bangsa yang berperan untuk menjaga keutuhan dan kemakmuran NKRI.
Dia berharap, dengan adanya Rumah Singgah Bumi Damai yang menampung 190 orang terdiri dari anak yatim dan keluarga narapidana terorisme mampu menyelamatkan anak bangsa.
"Diharapkan kita bersama-sama bisa melakukan karya nyata untuk membantu mengurai permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat," katanya.