Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Silmy Karim mengancam mendeportasi 103 warga negara asing (WNA) yang ditangkap dalam operasi Bali Becik, Rabu (26/6), atas dugaan keterlibatan dalam kejahatan siber.
"Dan bisa kita deportasi. Di Undang-undang (UU) bisa kita melakukan itu. Kita dasarnya UU. Kita tunggu saja sebulan ini berapa kita bisa operasi," ujar Silmy dalam konferensi pers di kawasan Pakubuwono, Jakarta, Jumat.
Menurutnya, ancaman ini disampaikan, karena Imigrasi ingin memastikan bahwa WNA yang masuk ke Bali merupakan wisatawan yang berkualitas baik atau good quality traveler.
Dia mengaku selama ini terus mendapat masukan masyarakat terkait wisatawan asing yang meresahkan.
Adapun Imigrasi masih mendalami motif kejahatan yang diduga dilakukan oleh 103 WNA tersebut.
"Ini biasanya di Indonesia itu kaitan dengan scam. Online scammer. Kita lagi dalami. Biasanya penipuan secara siber. Itu dari yang 103," katanya.
Selain itu, Silmy mengingatkan kepada wisatawan asing yang masuk ke Indonesia untuk mengikuti aturan yang berlaku.
Apalagi, berdasarkan data jumlah wisatawan asing yang masuk Indonesia naik 30 persen terhitung hingga Mei 2024.
"Bandingkan 1 Januari 1 Mei 2023. Itu naik 30 persen. Artinya memang makin banyak minat, apa karena tourism atau bisnis. Itu meningkat. Dan kita tunjukkan kita ada aturan main," kata Silmy.
Sebelumnya, Jumat (28/6), Direktorat Jenderal Imigrasi mengungkapkan sebanyak 103 warga Taiwan yang tertangkap dalam operasi keimigrasian “Bali Becik” pada Rabu (26/6) terlibat penipuan daring dengan target korbannya di luar negeri salah satunya Malaysia.
“Mereka melakukan scamming atau penipuan tapi korban penipuan itu orang asing di negara lain yakni Malaysia,” kata Direktur Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian Direktorat Jenderal Imigrasi Saffar Muhammad Godam di Rumah Detensi Imigrasi Denpasar, Kabupaten Badung, Bali, Jumat.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Imigrasi ancam deportasi 103 WNA di Bali atas kejahatan siber
"Dan bisa kita deportasi. Di Undang-undang (UU) bisa kita melakukan itu. Kita dasarnya UU. Kita tunggu saja sebulan ini berapa kita bisa operasi," ujar Silmy dalam konferensi pers di kawasan Pakubuwono, Jakarta, Jumat.
Menurutnya, ancaman ini disampaikan, karena Imigrasi ingin memastikan bahwa WNA yang masuk ke Bali merupakan wisatawan yang berkualitas baik atau good quality traveler.
Dia mengaku selama ini terus mendapat masukan masyarakat terkait wisatawan asing yang meresahkan.
Adapun Imigrasi masih mendalami motif kejahatan yang diduga dilakukan oleh 103 WNA tersebut.
"Ini biasanya di Indonesia itu kaitan dengan scam. Online scammer. Kita lagi dalami. Biasanya penipuan secara siber. Itu dari yang 103," katanya.
Selain itu, Silmy mengingatkan kepada wisatawan asing yang masuk ke Indonesia untuk mengikuti aturan yang berlaku.
Apalagi, berdasarkan data jumlah wisatawan asing yang masuk Indonesia naik 30 persen terhitung hingga Mei 2024.
"Bandingkan 1 Januari 1 Mei 2023. Itu naik 30 persen. Artinya memang makin banyak minat, apa karena tourism atau bisnis. Itu meningkat. Dan kita tunjukkan kita ada aturan main," kata Silmy.
Sebelumnya, Jumat (28/6), Direktorat Jenderal Imigrasi mengungkapkan sebanyak 103 warga Taiwan yang tertangkap dalam operasi keimigrasian “Bali Becik” pada Rabu (26/6) terlibat penipuan daring dengan target korbannya di luar negeri salah satunya Malaysia.
“Mereka melakukan scamming atau penipuan tapi korban penipuan itu orang asing di negara lain yakni Malaysia,” kata Direktur Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian Direktorat Jenderal Imigrasi Saffar Muhammad Godam di Rumah Detensi Imigrasi Denpasar, Kabupaten Badung, Bali, Jumat.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Imigrasi ancam deportasi 103 WNA di Bali atas kejahatan siber