Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey menolak kebijakan pemerintah memberi prioritas kepada ormas keagamaan dan perguruan tinggi (universitas) untuk mengelola lahan tambang.
“Betul (menolak). Jangan pernah ada kata prioritas, saya minta yang adil. Kalau mau gandeng semuanya, oke. Tapi lelang terbuka,” ucap Meidy ketika ditemui setelah menghadiri Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Badan Legislasi DPR mengenai Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat Atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (RUU Minerba) di Jakarta, Rabu.
Meidy menyampaikan bahwa ormas keagamaan dan perguruan tinggi memiliki kapabilitas yang berbeda dalam mengelola lahan pertambangan.
Menurut Meidy, apabila ormas keagamaan dan perguruan tinggi ingin dilibatkan dalam mengelola lahan tambang, maka sebaiknya dibuat klasifikasi dan spesifikasi lelang sesuai dengan kemampuan masing-masing.
“Misalkan, batasannya A, luasan 100 hektar, harus punya kemampuan apa saja, alat beratnya harus berapa,” ucap Meidy.
Dengan demikian, para pihak yang ingin dilibatkan oleh pemerintah dapat mengelola lahan tambang sesuai dengan kemampuan mereka.
Meidy menyoroti pentingnya mempertimbangkan kemampuan ormas keagamaan maupun perguruan tinggi dalam mengelola pertambangan, sebab tambang memiliki risiko yang tinggi, membutuhkan pendanaan yang tinggi, serta membutuhkan keterampilan yang tinggi.
“Dengan inkonsistensi aturan, pengusaha semua, bukan hanya nikel, saya rasa semua juga nyerah. Selain itu, kondisi di lapangan juga nggak mudah,” kata Meidy.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Asosiasi nikel tolak ormas agama dan universitas kelola tambang