Jakarta (ANTARA) - Pengamat Pertahanan Andi Widjajanto meragukan dugaan PT Teknologi Militer Indonesia (TMI) bisa memonopoli pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) senilai Rp1.760 triliun, sebab modal awal yang harus dimiliki terlalu besar dan sukar bagi perusahaan mana pun untuk memenuhi.
"Kalau dibilang PT TMI akan ambil semua Rp1,7 kuadriliun, saya yakin pasti tidak bisa," kata dia melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.
Ia mengatakan hitungannya sederhana dari Rp1,7 kuadriliun maka penyertaan modal kira-kira harus 30 persen dari jumlah tersebut atau sekitar Rp600 triliun.
Dari Rp600 triliun tersebut, lanjut Andi, PT TMI harus menyediakan dana paling tidak Rp200 triliun. Jumlah itu terlalu besar. Bahkan, diyakini tidak ada perusahaan di Tanah Air yang bisa memenuhi termasuk BUMN sekalipun.
"Jadi, mengambil keseluruhan proyek senilai Rp1,7 kuadriliun dengan hitungan bisnis normal tidak akan bisa. Tidak bisa dicari cara cepat untuk menguasai Rp1,7 kuadriliun di tangan satu entitas," tutur-nya.
Menteri Pertahanan diyakini akan melihat BUMN dan Badan Usaha Milik Swasta dan diatur bersama-sama. Di sisi lain, Andi menilai berdirinya PT TMI dalam memeriahkan industri alutsista merupakan hal wajar.
Perusahaan tersebut dinilai melihat adanya peluang perluasan bisnis di bidang industri pertahanan seiring dengan disahkan-nya Undang-Undang tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker).
"UU Ciptaker menyatakan sekarang boleh swasta jadi 'lead integrator' memproduksi senjata. Sebelum ada UU Ciptaker yang boleh hanya delapan BUMN," ujarnya menjelaskan.
Meski demikian, ia mengingatkan swasta diperkenankan menjual dan memproduksi senjata atas izin Menteri Pertahanan. Kemudian wajib ada alih teknologi sesuai mandat UU Industri Pertahanan.
Selain swasta, merujuk UU Ciptaker investor asing kini juga diperkenankan menanamkan modal pada industri pertahanan. Sebelumnya, sektor ini termasuk terlarang atau tercantum dalam daftar negatif investasi (DNI).
"Jadi, bisa saja Pindad dapat 'investment joint venture', misalnya, dengan Jerman seperti yang dilakukan Rheinmetall ke Turki. PT Dirgantara Indonesia juga bisa saja ke Lockheed Martin," ujar dia.
Berita Lainnya
BRIN bikin cat antideteksi radar
Kamis, 21 Maret 2024 19:47 Wib
Jokowi tinjau alutsista di Pangkalan TNI AU Iswahjudi
Jumat, 8 Maret 2024 15:04 Wib
Prabowo-Korsel rembuk kerja sama teknologi perang
Kamis, 7 Maret 2024 20:48 Wib
Saat Rapim TNI/Polri 2024, lebih dari 200 alutsista buatan RI dipamerkan
Kamis, 29 Februari 2024 10:49 Wib
Menhan berharap industri pertahanan RI mampu buat kapal perang destroyer
Rabu, 24 Januari 2024 16:04 Wib
GMNI: Sekjen PDIP Hasto jangan berpolemik alutsista
Minggu, 14 Januari 2024 10:57 Wib
Presiden Jokowi apresiasi kepercayaan Filipina dengan produk alutsista Indonesia
Kamis, 11 Januari 2024 17:56 Wib
Timnas AMIN janjikan membeli alutsista baru
Rabu, 10 Januari 2024 5:21 Wib