Berdasarkan hasil pengamatan, ia menilai, kemungkinan besar bangunan mushalla yang runtuh masih berada dalam proses konstruksi dan sudah digunakan untuk aktivitas lain.
Menurut dia, kondisi itu berisiko karena struktur bangunan belum sepenuhnya stabil.
Ia menduga proses pengecoran belum sempurna, padahal bangunan masih membutuhkan penopang.
Baca juga: BNPB: 17 jenazah santri Pesantren Al Khoziny diserahkan ke keluarga
Selain itu, faktor lain yang mungkin memperburuk kondisi, yakni penambahan lantai tanpa penghitungan ulang struktur.
Ashar menjelaskan bahwa bangunan yang awalnya dirancang satu lantai tentu tidak bisa menanggung beban tambahan begitu saja.
"Bangunan yang tadinya hanya satu lantai kemudian ditambah-tambah tentu saja kapasitasnya tidak mampu," katanya.
Soal pilihan penggunaan struktur beton maupun baja, kata dia, keduanya bisa digunakan asal memenuhi target kinerja struktur sesuai standar teknis.
Baca juga: Kepala Basarnas minta publik tidak memperdebatkan potongan tubuh korban
Namun, ia mengakui material baja memiliki keunggulan dari sisi konsistensi mutu karena diproduksi secara industri dan terstandarisasi.
"Keduanya tetap sah digunakan asalkan perencanaannya tepat dan pengawasannya benar," ujarnya.
Menurut Ashar, jasa pondok pesantren dalam mencerdaskan bangsa sebagai besar sehingga keselamatan para santri perlu menjadi prioritas utama.
"Terlebih aspek keselamatan, tidak boleh dianggap takdir, melainkan dapat dicegah melalui perencanaan dan pengawasan yang baik," katanya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pakar UGM usulkan peta jalan evaluasi bangunan pesantren
