Semarang (ANTARA Jogja) - Sekelompok mahasiswa Universitas Negeri Semarang mengembangkan pembuatan baterai sel kering "dry cell battery" berbahan material lumpur panas Sidoarjo atau dikenal pula dengan lumpur Lapindo.
"Selama ini, lumpur Sidoarjo hanya dimanfaatkan masyarakat sekitar untuk membuat genting, batu bata, dan lukisan," kata mahasiswa Fakultas Matematika dan IPA (MIPA) Unnes Aji Christian Bani Adam di Semarang, Jumat.
Ia mengakui bahwa meluapnya lumpur panas di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur pada 2006 lalu memang menjadi tragedi memilukan, sebab banyak masyarakat yang kehilangan rumah dan harta benda karena tertimbun lumpur.
Namun, kata dia, bagaimanapun juga saat ini material lumpur memang sudah menggunung dan masih terus keluar hingga menyerupai waduk sehingga lokasi tersebut sekarang ini justru dimanfaatkan untuk tempat wisata.
"Kami berpikir material lumpur sebanyak itu sia-sia kalau tidak dimanfaatkan. Setelah kami teliti, ternyata lumpur Sidoarjo memiliki kadar garam tinggi mencapai 40 persen dan kandungan berbagai logam," katanya.
Aji bersama ketiga kawannya, yakni Umarudin (FMIPA), Oki Prisnawan (Fakultas Ekonomi), dan Yoga Pratama (Fakultas Ilmu Keolahragaan) kemudian mulai serius meneliti dan mengembangkannya untuk membuat baterai kering.
Proses pembuatan baterai kering yang dinamainya "Lusi Cell", singkatan dari "Lumpur Sidoarjo itu masih dilakukan secara manual dengan memanfaatkan selongsong baterai bekas yang isinya diganti material lumpur Sidoarjo.
"Sebelumnya, kami lakukan ekstraksi logam yang terkandung dalam lumpur, seperti mangaan, merkuri, dan sebagainya. Kemudian, dikomposisi dengan bahan-bahan kimia menjadi sel kering," kata mahasiswa asal Banyumas itu.
Sel-sel kering itu kemudian dimasukkan dalam selongsong baterai bekas berbagai merek yang selama ini menjadi limbah, kata dia, sehingga penemuan itu sekaligus mendaur ulang baterai-baterai yang sudah habis terpakai.
Meski dibuat manual, mereka hanya membutuhkan waktu sekitar 10-15 menit untuk membuat satu buah baterai berkapasitas 1,5 volt dari lumpur Sidoarjo itu, dan hingga saat ini mereka sudah memproduksi sebanyak 20 baterai.
"Kami jual baterai itu dengan harga Rp3.000/buah, sementara kalau membeli satu paket berisi empat baterai cukup Rp10 ribu. Setiap pembelian paket ini kami donasikan satu kilogram beras bagi korban lumpur," kata Aji.
Penemuan baterai karya mahasiswa Unnes ini menyabet juara kedua ajang "Technopreneurship 2012", setelah Universitas Indonesia sebagai juara pertama. Sementara, juara ketiga Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
(U.KR-ZLS)
"Selama ini, lumpur Sidoarjo hanya dimanfaatkan masyarakat sekitar untuk membuat genting, batu bata, dan lukisan," kata mahasiswa Fakultas Matematika dan IPA (MIPA) Unnes Aji Christian Bani Adam di Semarang, Jumat.
Ia mengakui bahwa meluapnya lumpur panas di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur pada 2006 lalu memang menjadi tragedi memilukan, sebab banyak masyarakat yang kehilangan rumah dan harta benda karena tertimbun lumpur.
Namun, kata dia, bagaimanapun juga saat ini material lumpur memang sudah menggunung dan masih terus keluar hingga menyerupai waduk sehingga lokasi tersebut sekarang ini justru dimanfaatkan untuk tempat wisata.
"Kami berpikir material lumpur sebanyak itu sia-sia kalau tidak dimanfaatkan. Setelah kami teliti, ternyata lumpur Sidoarjo memiliki kadar garam tinggi mencapai 40 persen dan kandungan berbagai logam," katanya.
Aji bersama ketiga kawannya, yakni Umarudin (FMIPA), Oki Prisnawan (Fakultas Ekonomi), dan Yoga Pratama (Fakultas Ilmu Keolahragaan) kemudian mulai serius meneliti dan mengembangkannya untuk membuat baterai kering.
Proses pembuatan baterai kering yang dinamainya "Lusi Cell", singkatan dari "Lumpur Sidoarjo itu masih dilakukan secara manual dengan memanfaatkan selongsong baterai bekas yang isinya diganti material lumpur Sidoarjo.
"Sebelumnya, kami lakukan ekstraksi logam yang terkandung dalam lumpur, seperti mangaan, merkuri, dan sebagainya. Kemudian, dikomposisi dengan bahan-bahan kimia menjadi sel kering," kata mahasiswa asal Banyumas itu.
Sel-sel kering itu kemudian dimasukkan dalam selongsong baterai bekas berbagai merek yang selama ini menjadi limbah, kata dia, sehingga penemuan itu sekaligus mendaur ulang baterai-baterai yang sudah habis terpakai.
Meski dibuat manual, mereka hanya membutuhkan waktu sekitar 10-15 menit untuk membuat satu buah baterai berkapasitas 1,5 volt dari lumpur Sidoarjo itu, dan hingga saat ini mereka sudah memproduksi sebanyak 20 baterai.
"Kami jual baterai itu dengan harga Rp3.000/buah, sementara kalau membeli satu paket berisi empat baterai cukup Rp10 ribu. Setiap pembelian paket ini kami donasikan satu kilogram beras bagi korban lumpur," kata Aji.
Penemuan baterai karya mahasiswa Unnes ini menyabet juara kedua ajang "Technopreneurship 2012", setelah Universitas Indonesia sebagai juara pertama. Sementara, juara ketiga Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
(U.KR-ZLS)