Jakarta (Antara) - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengatakan hampir seluruh negara yang mengikuti KTT ASEAN dan KTT Terkait ASEAN ke-28 dan ke-29 di Vientiane, Laos, 6-8 September 2016, menyoroti isu terorisme.
"Tidak ada satu negara pun dalam pidato sambutan (mereka) yang tidak menyoroti kegiatan teroris internasional karena terorisme sudah dianggap musuh bersama dan harus ada kerja sama untuk menangani itu," kata Wiranto saat ditemui di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat.
Beberapa negara seperti Australia, Amerika Serikat, Jepang, India, Tiongkok, dan tidak terkecuali Indonesia menekankan pentingnya upaya bersama dalam penanggulangan terorisme yang tidak lagi mengenal lintas batas negara.
Saat menyampaikan pidato dalam Pertemuan Dewan Politik dan Keamanan ASEAN ke-14, Wiranto melaporkan hasil Pertemuan Internasional Kontra-Terorisme (IMCT) dan KTT Pencegahan Pendanaan Terorisme (CTF Summit) yang diselenggarakan di Bali, Agustus lalu.
IMCT diselenggarakan supaya negara-negara di dunia dapat bekerja sama menghadapi tren terorisme baru antara lain aktivitas teroris lintas batas, teroris asing (FTF), serta penggunaan teknologi dunia maya dan mobilitas peningkatan pembiayaan terorisme.
"Pertemuan tersebut juga menyoroti pentingnya memperluas dan mengintensifkan kerjasama pada program deradikalisasi dan kontra-radikalisme serta untuk menemukan dan mengatasi akar penyebab masalah terorisme" kata Menko Polhukam.
Seperti semua negara di dunia, ASEAN juga tidak kebal terhadap serangan teroris. Untuk itu, menurut Wiranto, pemimpin negara-negara ASEAN perlu memaksimalkan implementasi Konvensi ASEAN tentang Pencegahan Terorisme (ACCT).
Apresiasi negara-negara yang turut serta dalam KTT ASEAN terhadap cara Indonesia menangangi kasus terorisme dibenarkan oleh Presiden Joko Widodo.
"Berbeda penanganannya di negara yang lain yang banyak dilakukan dengan penegakan hukum, dengan 'law enforcement', diburu dengan kekerasan. Kita ini punya pendekatan lunak, dengan cara pendekatan agama, dengan cara pendekatan budaya, itu yang kita sampaikan," kata Presiden Jokowi.
Meski demikian, Presiden memastikan bahwa pemerintah tetap akan melakukan penegakan hukum bila memang pendekatan-pendekatan lunak tidak membuat jera para pelaku terorisme.
Sebab, menurut Presiden, Indonesia sejatinya menerapkan kombinasi antara pendekatan keras dan pendekatan lunak.
Walaupun yang disebut terakhir itu merupakan prioritas pemerintah saat ini.
"Tapi dari proses yang mereka lihat di Indonesia, memang mereka lihat lebih memberikan hasil. Paling tidak, tidak memproduksi teroris semakin banyak. Mereka yang mengatakan itu sendiri," kata Presiden Jokowi. ***2***(Y013)