Penemu topeng emas kecewa pencurian di Sonobudoyo

id penemu topeng emas

Penemu topeng emas kecewa pencurian di Sonobudoyo

Museum Sonobudoyo Yogyakarta (Foto Antara)

Sleman (Antara Jogja) - Tiga dari delapan warga Dusun Nayan, Maguwoharjo, Depok, Kabupaten Sleman, yang menemukan benda purbakala berupa topeng emas dan sejumlah perhiasan mengaku kecewa atas hilangnya koleksi berharga tersebut di Museum Sonobudoyo Yogyakarta.

"Saya sangat kecewa benda-benda bersejarah yang telah kami serahkan ke pemerintah tersebut akhirnya hilang, dan sampai sekarang belum ditemukan," kata penemu topeng Emas Mahdiono (80) pada acara "Napak Tilas dan Ngudo Roso Mengenang Hilangnya Koleksi Emas Masterpiece Museum Sonobudoyo di Dusun Nayan, Selasa.

Menurut dia, benda-benda yang tak ternilai harganya itu ditemukan sejumlah warga Nayan di sebuah parit di wilayah setempat pada 1960 dan kemudian diserahkan ke pemerintah.

Benda-benda purbakala temuan warga Nayan, Maguwoharjo tersebut ikut hilang saat terjadi pencurian di Museum Sonobudoyo pada Agustus 2010 dan sampai saat ini kasusnya belum terungkap.

Menurut dia, pihaknya sangat berharap agar kasus tersebut dapat segera terungkap dan benda-benda temuan tersebut kembali ditemukan.

"Semoga benda-benda tersebut dapat segera ditemukan lagi," katanya.

Ia mengisahkan, penemuan tersebut saat dirinya masih remaja dan saat itu sedang mencari ikan di parit setempat.

"Saat itu tiba-tiba muncul ikan lele, entah ini pertanda apa. Kemudian lele tersebut lari ke sebuah `rong` (lubang di parit). Saat `rong` kami bongkar ternyata kami menemukan sebuah guci tembaga," katanya.

Ia mengatakan, karena tidak tahu, maka guci tersebut kemudian justeru dipakai untuk bermain sepak bola.

"Namun ternyata bagian bawah guci itu bolong dan tercecer sejumlah perhiasan seperti puluhan cincin, kalung rantai, gelang dan perhiasan lainnya," katanya.

Setelah itu, dilakukan pencarian lagi di sekitar lokasi dan ditemukan topeng emas dan sejumlah perhiasan.

"Semula masing-masing dari kami membawa pulang beberapa perhiasan tersebut, namun kami juga belum paham jika itu dari emas. Kemudian ada yang memberi tahu bahwa itu benda purbakala dan selanjutnya diserahkan ke pemerintah," katanya.

Hal sama disampaikan dua orang saksi penemu, Mitro Sudarmo dan Sudari yang kala itu ikut "bal-balan" memakai guci temuan.

"Saat itu ada kalung yang besarnya seperti rantai anjing. Saya membawa pulang cincin yang bentuknya seperti candi, saya juga tidak tahu jika itu benda berharga," kata Mitro Sudarmo.

Sedangkan Sudari juga membawa pulang cincin emas yang pada hiasannya ada batu permatanya.

"Saat itu saya masih kecil, umur sekitar delapan tahun. Kemudian ada yang bilang bahwa yang mengambil bisa direndam air atau dihukum. Saya kurang begitu paham karena masih kecil. Kemudian karena takut, cincin tersebut saya kembalikan lagi untuk diserahkan ke pemerintah," katanya.

Menurut dia, para penemu tersebut setelah menyerahkan benda-benda temuan tersebut mendapat imbalan dari pemerintah berupa uang tunai, ternak, sertifikat dan foto Sri Sultan Hamengku Buwono ke IX.

"Masing-masing ada yang menerima uang Rp30 ribu, Rp24 ribu dan Rp20 ribu, ditambah ternak berupa sapi dan kambing. Sebagain uang ini ada yang dibelikan tanah seluas 1.000 meter, ada juga yang 800 meter persegi," katanya.

Mitro maupun Sudari mengaku, sekitar tahun 1980-an dirinya jika berkunjung ke upacara Sekaten selalu mampir ke Museum Sonobudoyo dan melihat perhiasan temuan warga Nayan tersebut masih dipajang.

"Kami berharap benda-benda purbakala yang telah dicuri tersebut dapat segera ditemukan lagi," katanya.

(V001)
Pewarta :
Editor: Masduki Attamami
COPYRIGHT © ANTARA 2024