Yogyakarta (Antara Jogja) - Alumnus Sekolah Menengah Atas Kolese De Britto Yogyakarta angkatan 86 meluncurkan buku "Less Is More" guna menginspirasi sebuah model pendidikan yang minim aturan namun sarat dengan tanggung jawab.
Ketua tim editor buku "Less Is More", Gerardus Asmoro Edy Darwanto di sela peluncuran buku itu di Yogyakarta, Sabtu malam, mengatakan buku yang ditulis para alumnus tersebut akan mengulas secara menarik bagaimana para guru SMA De Britto menanamkan pendidikan berkarakter, bebas tapi bertanggung jawab.
"Mereka kisahkan pengalaman bagaimana mendapatkan model pengajaran di (SMA) De Britto yang membebaskan namun efektif menanamkan tanggung jawab," kata Asmoro yang juga alumnus SMA de Brito.
Menurut dia, model pengajaran di SMA De Britto berbeda dengan metode pendidikan konvensional yang diajarkan di sekolah pada umumnya.
Setiap penyampaian pelajaran oleh masing-masing guru tidak berpatokan mutlak pada buku, namun akan mendorong siswa secara mandiri memahami konteks pelajaran.
"Guru tidak akan secara `saklek` (semata-mata) menyampaikan pelajaran sesuai buku," kata dia.
Selain itu, ia mengatakan, dalam buku setebal 353 halaman tersebut juga akan diulas bagaimana pihak sekolah memberikan kebebasan berekspresi dan berpenampilan bagi siswanya.
Misalnya, ia mencontohkan, ada kebebasan untuk pemakaian sepatu dan sandal, serta rambut gondrong.
Dalam konteks itu, menurut dia, SMA De Britto menganggap bahwa yang diutamakan adalah pendidikan sehingga bersepatu atau tidak, serta berambut rapi atau tidak, bukan menjadi masalah bagi siswa.
"Dalam hal itu murid diberi kebebasan berekspresi dengan sadar konsekuensinya," kata dia.
Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta yang juga alumnus SMA De Britto, Prof. Mudrajad Kuncoro mengatakan pendidikan "ala" de Brito yang menekankan filosofi bebas tapi tanggung jawab serta disiplin layak menjadi bahan renungan para pegiat pendidikan di Indonesia.
"Ilmu dan falsafah hidup dari ajaran para guru, romo ini terbukti telah membuat mereka (siswa) menjadi insan yang tahan uji, berani berargumentasi, bebas ngomong, "sembodo" di manapun," kata dia.
Menurut Mudrajad, memiliki pengalaman mengenyam model pendidikan di SMA tersebut merupakan "barang mewah" yang belum tentu didapatkan di sekolah lainnya pada saat itu.
"Sungguh nikmat dan merupakan "barang mewah" dapat pergi ke sekolah dengan kaus oblong dan sendal jepit," kata Mudrajat menceritakan pengalamannya.
(T.L007)
Berita Lainnya
Fapet UGM mengembangkan pencegah hipertensi dari kolagen domba garut
Kamis, 5 Desember 2024 22:06 Wib
LKBN ANTARA kembangkan potensi jurnalis muda lewat pelatihan Persma Ternate
Kamis, 5 Desember 2024 15:55 Wib
Anand Ashram ajak pemuda bahas solusi dan tantangan pemanfaatan AI
Kamis, 5 Desember 2024 10:56 Wib
DPK catat tingkat kegemaran membaca masyarakat Sleman cukup tinggi
Rabu, 4 Desember 2024 19:41 Wib
Heri Hermansyah resmi dilantik sebagai rektor UI
Rabu, 4 Desember 2024 12:01 Wib
PWNU DIY usulkan Indonesia atur larangan anak gunakan medsos
Rabu, 4 Desember 2024 5:17 Wib