P2G: Pembatalan SKB 3 Menteri berpotensi memicu intoleransi

id SKB seragam,skb 3 menteri

P2G: Pembatalan SKB 3 Menteri berpotensi memicu intoleransi

Penandatangan Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri tersebut tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut Bagi Peserta Didik, Pendidik dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah yang Diselenggarakan Pemerintah Daerah pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah di Jakarta, Rabu (3/2). (ANTARA/Indriani)

Jakarta (ANTARA) - Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim mengatakan pembatalan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri oleh Mahkamah Agung (MA) berpotensi memicu intoleransi di sekolah.

“P2G khawatir dengan pembatalan SKB 3 Menteri ini, potensi sikap intoleransi, baik melalui aturan sekolah maupun Perda akan terus bermunculan ke depannya,” ujar Satriwan di Jakarta, Sabtu.
 

Sehingga, sekolah tidak lagi menjadi tempat untuk menyemai nilai kebinekaan. Oleh karena itu, P2G berharap para kepala daerah dan kepala sekolah tetap menghargai dan menyuburkan nilai-nilai toleransi dan kebinekaan sesuai Pancasila di sekolah.

P2G mengingatkan kembali bagi kepala sekolah dan kepala daerah bahwa aturan mengenai seragam siswa masih ada dalam Permendikbud No 45 Tahun 2014 tentang Seragam Sekolah sebagai acuan seragam sekolah bagi siswa.

Dia menjelaskan di sekolah banyak terjadi sikap intoleransi terkait simbol dan pakaian bercirikan agama. Sikap yang menunjukkan intoleransi tersebut baik dilakukan oleh sekolah, guru atau kepala sekolah maupun oleh Kepala Daerah dengan alasan diatur oleh Perda atau sejenisnya. Kasus intoleransi di sekolah yang dilakukan secara terstruktur bukan kasus baru.

“Dalam catatan kami misalnya, pernah ada kasus seperti pelarangan jilbab di SMAN 1 Maumere (2017) dan di SD Inpres 22 Wosi Manokwari (2019). Jauh sebelumnya, pada 2014 sempat terjadi pada sekolah-sekolah di Bali. Sedangkan kasus terkait kewajiban mengenakan jilbab bagi semua siswa terjadi di SMP negeri di Kabupaten Banyuwangi (2017), sebuah SD negeri di Kabupaten Gunung Kidul yang mewajibkan semua kelas 1 mengenakan busana Muslim (2019),” katanya.

P2G awalnya sempat khawatir karena secara yuridis formal, SKB 3 Menteri tidak dapat membatalkan sebuah Perda. Kemudian pengaturan seragam sekolah pun sudah ada, mengingat sudah adanya Permendikbud No 45/2014.
 

Selain itu, juga ada sejumlah poin di SKB tersebut yang multitafsir, seperti poin tiga dan poin lima. Kemendagri, Kemendikbud, Kemenag, kata Satriwan, mesti duduk bersama kembali agar ada tindak lanjut merespons keputusan MA tersebut.

“P2G sepakat jika fenomena intoleransi di dunia pendidikan harus segera diakhiri melalui mekanisme hukum. Oleh karena itu, pemerintah dapat saja mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) terkait Pengaturan Seragam Sekolah dengan dasar penghargaan terhadap nilai-nilai toleransi, kebinekaan, berkeadilan, inklusif, dan transparansi agar kedudukannya secara hukum lebih kuat,” ujarnya.

Pewarta :
Editor: Bambang Sutopo Hadi
COPYRIGHT © ANTARA 2024