Kulon Progo (ANTARA) - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta, mengajak seluruh masyarakat turut berpartisipasi dalam pengawasan pemilu melawan hoaks dan disinformasi pada seluruh tahapan Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak 2024.
Ketua Bawaslu Kulon Progo Ria Harlinawati, Rabu, mengatakan keberadaan perkembangan teknologi informasi dan media sosial bisa menjadi pisau bermata dua dalam Pemilu 2024.
"Untuk itu, pengawasan media sosial dalam pemilu harus dimulai dari edukasi digital dan pendidikan politik yang masif, baik kepada masyarakat maupun peserta pemilu. Kita harus melawan hoaks, ujaran kebencian, dan (menyinggung) SARA," kata Ria di Kulon Progo, Yogyakarta, Rabu.
Dia mengatakan di satu sisi, perkembangan teknologi mempermudah penyebaran informasi kepada masyarakat soal politik dan pemilu. Di sisi lain, diseminasi informasi dapat memecah belah persatuan masyarakat jika tidak digunakan secara tepat, apalagi jika terdapat ujaran kebencian dan politik identitas.
Menurut Ria, kesadaran berpolitik yang sehat adalah kunci untuk meretas ancaman hoaks maupun disinformasi di media sosial.
"Ikhtiar untuk menciptakan kompetisi yang sehat dalam pemilu harusnya menjadi kesadaran dan komitmen bersama, salah satunya dengan menciptakan ruang digital yang sehat; karena menciptakan ruang publik digital yang sehat menjadi salah satu kunci untuk menjaga keberlangsungan kualitas demokrasi di Indonesia," jelasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo) Kulon Progo Agung Kurniawan mengatakan terdapat larangan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), salah satunya terkait mendistribusikan berita bohong atau hoaks kepada masyarakat.
"Cara untuk menangkal hoaks adalah dengan memverifikasi informasi, seperti melakukan cek kebenaran sumber, konfirmasi dan klarifikasi informasi, serta dengan tidak melakukan share informasi kebencian, fitnah, hoaks, gosip, serta adu domba," katanya.
Anggota Bawaslu Provinsi DIY Sri Rahayu Werdiningsih dalam paparannya menyampaikan bahwa dampak disinformasi, terutama dalam kehidupan demokrasi, adalah menurunkan kualitas pemilu, mengancam demokrasi, hingga menyebabkan konflik sosial.
Oleh karena itu, Bawaslu telah melaksanakan beberapa hal sebagai upaya pencegahan, di antaranya bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan platform media sosial untuk melakukan pemblokiran akun media sosial penyebar disinformasi dan/atau ujaran kebencian.
Selain itu, membentuk Satgas Pengawasan Media Sosial pada Pemilu 2019 serta deklarasi melawan ujaran kebencian dan hoaks dengan masyarakat.
"Larangan kampanye yang tertuang dalam pasal 280 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 (tentang Pemilihan Umum) di antaranya mempersoalkan Pancasila, Pembukaan UUD Negara RI 1945, dan NKRI; melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan NKRI; menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon dan/atau peserta pemilu yang lain; serta menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat," ujar Sri Rahayu.
Berita Lainnya
Buruan beli, Xiaomi Pad 6S Pro dijual Rp7,9 juta
Jumat, 3 Mei 2024 12:33 Wib
Bawaslu Gunungkidul awasi pejabat daerah dalam pelaksanaan Pilkada 2024
Jumat, 3 Mei 2024 10:25 Wib
Mendagri tegaskan Pilkada Serentak 2024 tidak dipercepat
Jumat, 3 Mei 2024 9:10 Wib
Gesits beri kemudahan beli motor listrik
Jumat, 3 Mei 2024 6:10 Wib
Kunjungan wisman di Indonesia triwulan I/2024 tertinggi dalam 4 tahun
Jumat, 3 Mei 2024 5:43 Wib
Lucas Hernandez tak bela Prancis di Piala Eropa 2024
Jumat, 3 Mei 2024 5:34 Wib
KPU RI jaga data pemilih Pilkada 2024 hindari kebocoran
Jumat, 3 Mei 2024 5:24 Wib
Publik diminta memberi ruang Prabowo-Gibran persiapkan kabinet 2024-2029
Jumat, 3 Mei 2024 5:19 Wib