Tapak titik nol meridian di Menara Syahbandar Jakarta

id sejarah jakarta,batavia,menara jakarta,menara syahbandar,titik nol,menara sinyal,mercusuar Oleh Erlangga Bregas Prakoso

Tapak titik nol meridian di Menara Syahbandar Jakarta

Suasana Menara Syahbandar dan Menara Sinyal di kawasan Museum Bahari, Jakarta Utara, Jumat (22/09/2023). (ANTARA/Erlangga Bregas Prakoso)

Jakarta (ANTARA) - Deru suara kendaraan yang lalu-lalang memecah keheningan pagi itu di sekitar bangunan menara bercat putih dan cokelat yang letaknya tak jauh dari Pelabuhan Sunda Kelapa, di Jakarta Utara.

Suasana langit Jakarta yang cerah berwarna biru semakin mempertegas keindahan menara yang pernah menjadi bangunan tertinggi di Batavia.

Tak ada pengunjung yang tampak keluar atau masuk di pintu menara setinggi 18 meter itu. Hanya ada beberapa petugas berseragam bersih-bersih di sekitar pelataran.

Hembusan semilir angin meniup bendera merah putih yang berkibar di samping menara menjadi jejak saksi bisu kepemimpinan Gubernur Jenderal Daendels pada masa Hindia-Belanda kala itu.

Teriknya matahari Jakarta menyinari  menara yang terletak di Jalan Pasar Ikan Nomor 1 Sunda Kelapa, Penjaringan, Jakarta Utara tersebut. Wajah bangunan itu telah uzur, tampak renta, tetapi memancarkan aura ketegaran masa silam.

Terdapat dua bangunan yakni Menara Sinyal dan Menara Syahbandar. Pada zaman penjajahan dulu, fungsi Menara Syahbandar sangat vital. Dari menara itu, para petugas mengawasi keluar masuk kapal yang membawa komoditas terutama rempah.

Letak menara yang persis di tepi jalan membuat getaran kendaraan yang melintas merambat di telapak kaki saat melangkah berada di dalam bangunan kuno itu.

Memasuki ke dalam menara hampir seluruh bangunan didominasi oleh unsur kayu-kayu jati yang masih kokoh, meskipun sudah sangat berumur. 

Berbeda dengan Menara Sinyal yang berada di sebelahnya. Isi dalam bangunan itu didominasi oleh unsur batu dan terdapat prasasti China yang menjadi penanda titik nol meridian utama pelayaran kapal era kolonial Hindia Belanda di Indonesia.

Titik nol meridian Batavia merupakan acuan waktu berlayar. Titik nol meridian tersebut merupakan garis bujur nol yang sangat diperlukan pada masa perdagangan di kawasan Sunda Kelapa.
Suasana di atas Menara Syahbandar yang berada di kawasan Museum Bahari, Jakarta Utara, Jumat (22/09/2023). (ANTARA/Erlangga Bregas Prakoso)


Sejarah Menara Syahbandar

Menara Syahbandar berdiri di bekas Bastion (benteng) Culemborg, benteng yang dibangun Gubernur Jenderal Antolo van Dieman, seiring pembangunan tembok Kota Batavia sekitar 1645. Nama Culemborg merujuk tempat kelahiran Dieman.

Sebelum dibangun Menara Syahbandar, fungsi menara pemantau sudah dibangun di dekat Bastion Culemborg dengan bentuk tiang menara yang di atasnya terdapat pos bagi petugas.

Benteng Culemborg dihancurkan pada saat perang melawan pasukan Jayakarta. Menara pengawas itu persis dalam lingkungan benteng tersebut.

Kemudian, pada 1839 Menara Syahbandar (Uitkijk) berfungsi sebagai menara pemantau bagi kapal-kapal yang keluar masuk Kota Batavia melalui jalur laut.

Menara itu juga berfungsi sebagai kantor pabean untuk ekspor-impor yang mengumpulkan pajak atas barang-barang yang dibongkar di Pelabuhan Sunda Kelapa.

"Karena Pelabuhan Sunda Kelapa ketika itu menjadi pelabuhan internasional kedatangan bangsa asing dari seluruh dunia, itu pintu gerbangnya di Pelabuhan Sunda Kelapa," kata Edukator Museum Bahari, Firman Faturohman, saat menjelaskan sejarah Menara Syahbadar.

Ruang paling bawah menara dulunya juga digunakan sebagai penjara para anak buah kapal (ABK) yang tertangkap mencuri dan berbuat onar di atas kapal. Di ruangan ini, mereka tidak disiksa. Mereka hanya dikurung paling lama 2 bulan. Namun, karena kondisi ruangan ini sempit dan lembap, para tahanan biasanya terserang sakit kuning karena virus.

Salah kaprah titik nol KM

Menara Syahbandar merupakan bagian dari kompleks Museum Bahari yang dikelola oleh Unit Pengelola Museum Kebaharian Jakarta. Bangunan itu merupakan saksi bisu perkembangan pelabuhan di Jakarta dan punya sejarah yang signifikan.

Kompleks itu terdiri dari dua menara, yaitu Menara Sinyal dan Menara Syahbandar. Keduanya memiliki kisah menarik tentang titik nol meridian utama yakni tempat penting untuk pengukuran waktu dan navigasi.

Edukator Museum Bahari, Firman Faturohman, juga mengatakan bahwa banyak yang salah memahami Menara Syahbandar sebagai titik nol kilometer Jakarta. Dia meluruskan, titik nol yang dimaksud merupakan titik meridian utama yang menunjukkan waktu atau Greenwich Meridian Time (GMT).

Sementara ada beberapa versi tentang titik nol Batavia. Menara Syahbandar dulu bukanlah titik nol kilometer, tetapi nol meridian utama. "Ternyata itu adalah titik 0 meridian utama atau titik 0 sinyal waktu ketika itu. Nah fungsinya itu hampir sama seperti GMT, Greenwich Meridian Time. Jadi di sini ketika itu menjadi penghitungan waktu utama di Batavia," kata Firman menuturkan.

Menara Sinyal yang merupakan bagian dari kompleks itu dulu berfungsi sebagai titik referensi waktu utama di Batavia, mirip dengan GMT. Ketika kapal-kapal masuk dari Pelabuhan Sunda Kelapa, para pelaut menyesuaikan waktu mereka dengan melihat bola waktu yang terletak di Menara Sinyal.

"Jadi ketika orang-orang masuk dari Pelabuhan Sunda Kelapa akan menyesuaikan waktu dengan melihat bola waktu yang ada di menara sinyal," kata dia.

Sembari menunjuk lukisan-lukisan masa lalu kondisi Menara Syahbandar Firman melanjutkan,  dulu di samping Menara Sinyal berdiri bola waktu besar yang dapat dilihat orang-orang yang masuk dari Pelabuhan Sunda Kelapa.

Bola waktu besar itu dapat menginformasikan waktu di area Batavia. Lewat menara sinyal tersebut, bola waktu itu setiap jam 12 siang dan malam naik ke atas. Namun sayangnya bola waktu itu sudah tidak ada sehingga sering kali banyak yang sering salah kaprah mengartikan fungsi titik nol di Menara Sinyal.


Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Jejak titik nol meridian utama di Menara Syahbandar Jakarta