Yogyakarta (ANTARA) - Badan Pengawas Pemilu Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) berkolaborasi dengan Polda setempat mengawasi potensi penyebaran informasi negatif atau hoaks dan ujaran kebencian di media sosial menjelang Pemilu 2024.
Ketua Bawaslu DIY Mohammad Najib di Yogyakarta, Jumat, mengatakan sinergi pengawasan itu akan efektif dilakukan selama masa kampanye Pemilu 2024 mulai November 2023.
"Pengawasan itu kan butuh teknologi ya, itu yang kami tidak punya perangkatnya untuk efektif mengawasi media sosial satu per satu karena jumlahnya kan sangat banyak makanya kita kolaborasi dengan Polda DIY," kata Najib.
Menurut dia, kolaborasi pengawasan itu perlu dilakukan mengingat potensi penyebaran hoaks dan ujaran kebencian masih besar menjelang Pemilu 2024.
Najib menengarai konten kreator atau "buzzer" penyebar berita atau informasi negatif terkait pemilu masih banyak jumlahnya menyongsong pesta demokrasi mendatang.
Di sisi lain, ia menilai sebagian masyarakat masih rentan terpapar isu yang belum terverifikasi kebenarannya.
"Sekarang ini masih banyak orang-orang yang bekerja dengan nista ya, menjadi konten kreator yang isinya sesuatu yang negatif, menjadi 'buzzer' jadi 'influecer' tapi sesuatu yang negatif bukan yang positif," tutur dia.
Meski sinergi dengan Polda DIY telah terjalin lama, pengawasan yang terkait dengan ranah Bawaslu baru efektif berlangsung saat masa kampanye atau saat kontestan pemilu telah ditetapkan di KPU.
Mengacu Peraturan KPU (PKPU) pelanggaran yang muncul sebelum masa kampanye hanya dikategorikan sebagai pelanggaran administrasi yang terikat dengan peserta pemilu sebagai subjek hukum.
"Masalahnya kalau belum masa pemilu, belum tahapan kampanye itu kan belum menjadi urusan langsung Bawaslu. Apalagi terkait soal ujaran kebencian itu kan bukan pelanggaran pidana pemilu tapi pidana umum," kata dia.
Selain menggandeng Polda DIY, ia juga meminta peran aktif masyarakat melaporkan konten yang mengandung hoaks maupun ujaran kebencian di media sosial.
Mereka juga diminta memperkuat daya kritis sehingga tidak mudah membagikan informasi yang belum jelas kebenarannya.
"Hoaks itu merebak karena masyarakat mudah sekali membagikan informasi yang tidak pasti kebenarannya sehingga ibarat sebuah teror mereka merasa sukses karena yang diciptakan jadi viral. Begitu masyarakat punya kesadaran kritis untuk tidak mudah memviralkan terkait berita hoaks otomatis itu menjadi tidak efektif," kata dia.
Berita Lainnya
Kasus Aiman naik ke penyidikan
Sabtu, 30 Desember 2023 4:53 Wib
Mau tahu hoaks dan ujaran kebencian jelang Pemilu 2024, ini kiatnya
Sabtu, 25 November 2023 6:47 Wib
17 saksi diperiksa polisi soal kasus Rocky Gerung
Selasa, 31 Oktober 2023 8:15 Wib
Twitter antiujaran kekerasan
Kamis, 2 Maret 2023 7:26 Wib
UGM menjatuhkan sanksi pada Karna Wijaya terkait ujaran kebencian
Rabu, 3 Agustus 2022 17:08 Wib
Bupati Sleman: Ormas dan LSM berperan lawan ujaran kebencian
Rabu, 27 Juli 2022 21:36 Wib
Ujaran kebencian lahir dari rasa ketakutan, kata Din
Kamis, 26 Mei 2022 10:03 Wib
Ferdinand Hutahaean sebagai tersangka
Selasa, 11 Januari 2022 4:33 Wib