GIK UGM akan gelar "The Life of Butoh" kerja sama Indonesia dan Jepang

id gik ugm,butoh

GIK UGM akan gelar "The Life of Butoh" kerja sama Indonesia dan Jepang

GIK UGM akan menggelar "The Life of Butoh" di Joglo GIK UGM Yogyakarta pada 4-6 September 2024. (ANTARA/HO-GIK UGM)

Yogyakarta (ANTARA) - Gelanggang Inovasi & Kreativitas Universitas Gadjah Mada (GIK UGM), pusat kreativitas terbesar di Asia Tenggara, akan menyelenggarakan acara internasional Butoh bertajuk "The Life of Butoh", yang akan menampilkan empat performer dari Jepang dan enam performer dari Indonesia

Kolaborasi seniman Butoh dari dua negara ini sekaligus sebagai fasilitator pertukaran budaya lintas negara untuk melestarikan warisan budaya global. Ini merupakan kesempatan langka untuk menyaksikan Butoh di Yogyakarta, setelah terakhir kali acara serupa digelar di kota ini 15 tahun yang lalu.

Butoh, bentuk kesenian avant-garde yang lahir di Jepang pada akhir 1950-an, akan memikat perhatian berbagai kalangan, baik dari masyarakat umum pecinta seni maupun mahasiswa dalam acara "The Life of Butoh" yang akan digelar secara gratis di Joglo GIK UGM pada 4-6 September 2024 pukul 19.30 WIB.

Event ini akan menghadirkan empat performer terkemuka dari Jepang, yaitu Jun Amanto, Mutsumi-Neiro, Rina Takahashi, dan Minoru Hideshima, sedangkan dari Indonesia akan tampil enam performer senior, yakni Rianto, Fitri Setyaningsih, Broto Wijayanto, Anter Asmorotedjo, Endy Baroque, dan Mugiyono Kasido.

GIK UGM mengemas "The Life of Butoh" melalui berbagai bentuk sajian yang tak hanya menawarkan pengalaman namun juga pengetahuan mendalam tentang Butoh di dunia. "The Life of Butoh" akan menghadirkan live performance, tari kontemporer, pemutaran film Butoh, pameran poster Butoh, dan talkshow di setiap sesi.

Sejarah Butoh
Butoh lahir sebagai bentuk perlawanan terhadap dominasi budaya Barat pasca Perang Dunia II, terutama setelah Jepang mengalami kekalahan dalam Perang Asia Timur Raya. Diciptakan oleh Kazuo Ohno dan Tatsumi Hijikata, Butoh dikenal karena gaya dan pendekatannya yang sangat unik, menggabungkan elemen teater, tari, dan ekspresi tubuh yang ekstrem.

Butoh hadir sebagai reaksi terhadap konvensi tari tradisional Jepang, menawarkan bentuk seni yang memprovokasi dan menantang. Dikenal karena penekanan pada ekspresi individual dan bentuk tubuh yang tidak terduga, Butoh menolak batasan-batasan konvensional dalam seni pertunjukan. Meskipun tidak selalu mudah dipahami, Butoh memiliki kekuatan untuk memprovokasi pemikiran dan emosi yang mendalam, memperluas batasan seni dan memperkenalkan cara baru dalam berkomunikasi melalui tubuh dan gerakan.

Butoh di Indonesia
Sejak puluhan tahun lalu, Butoh telah memasuki Indonesia. Kazuo Ohno, pelopor Butoh, pernah hadir di Taman Ismail Marzuki pada tahun 1980-an, Butoh juga pernah tampil di Yogyakarta pada tahun 2009 dengan acara bertajuk sama "The Life of Butoh".

Butoh mencerminkan keikhlasan seniman dalam berekspresi dan kehidupan sehari-hari mereka. Menurut Soga Masaru, seorang musisi dan lighting designer Kazuo Ohno, spirit seni tradisi Jawa memiliki kesamaan dengan Butoh, termasuk praktik spiritual seperti puasa yang masih dilakukan oleh para pelaku Butoh.

Kini, murid-murid Butoh tersebar luas di berbagai penjuru dunia: Amerika, Eropa, Australia, Taiwan, Meksiko, Polandia, Korea, Hongkong, Kanada, Singapura, Malaysia, dan juga Indonesia. Melalui proses pewarisan dan sanad yang jelas, Butoh berkomitmen untuk membangun generasi masa depan dengan semangat perdamaian dunia.

Garin Nugroho, Chief Program Officer GIK UGM, menyatakan bahwa kehadiran event Butoh di GIK UGM merupakan respons terhadap minat global terhadap seni yang menggugat konsep tubuh.

Saat ini, tubuh telah menjadi elemen penting dalam gaya hidup modern, sering dijadikan objek untuk dipamerkan baik dalam kehidupan sehari-hari maupun di media sosial. Namun, dalam proses ini, tubuh yang ideal sering kehilangan realitas dan pengetahuan mendalam tentang dirinya sendiri.

"Butoh hadir sebagai ekspresi tubuh yang membongkar sisi gelap dan sekaligus mengeksplorasi hakekat tubuh itu sendiri. Diciptakan pada era 1950-an, bersamaan dengan perkembangan seni avant-garde di Eropa, Butoh muncul sebagai bentuk seni yang menantang pemahaman konvensional tentang tubuh dan telah menarik perhatian dunia dengan cara yang unik dan provokatif," tutur Garin Nugroho.

Bambang Paningron, Head of Community & Experience GIK UGM, mengungkapkan bahwa "The Life of Butoh" diadakan di GIK UGM untuk mengeksplorasi kecenderungan seni pertunjukan di Asia dan dampaknya di berbagai belahan dunia.

"Butoh memberikan inspirasi tentang kebebasan berekspresi, memungkinkan seniman untuk mengeksplorasi gagasan secara mendalam dan menampilkannya dalam bentuk yang abstrak. Dengan memanfaatkan tubuh sebagai media ekspresi yang sangat kuat, Butoh menghadirkan pandangan baru tentang seni pertunjukan. Gejala ini sangat menarik untuk dikaji karena Butoh terus mengalami metamorfosis, mengikuti perkembangan zaman dan berubah sesuai dengan gagasan dan tubuh yang baru," ujarnya.

Aji Wartono, Chief of Program GIK UGM, menekankan pentingnya menampilkan seni Butoh di GIK UGM. Sebagai entitas yang mengintegrasikan ilmu pengetahuan, estetika (seni budaya), dan teknologi, sinergi antara ketiga aspek ini akan lebih optimal jika diapresiasi oleh mahasiswa, pelajar, dan masyarakat umum.

"Ilmu pengetahuan mendorong kemajuan, seni budaya menyempurnakan kehidupan manusia, dan GIK UGM memberikan ruang tersebut melalui "The Life of Butoh". Selain itu, mempelajari dan melihat seni budaya dari luar budaya kita sangat penting untuk memperluas wawasan serta mengembangkan seni dan budaya kita sendiri," tuturnya.