Sleman, DIY (ANTARA) - Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, menyiapkan strategi mitigasi dampak perubahan iklim di sektor pertanian sebagai upaya menjaga produksi dan ketahanan pangan.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan Kabupaten Sleman Suparmono di Sleman, Selasa, menyatakan pentingnya untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petani dalam memahami strategi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di lingkungan wilayahnya untuk menjaga produksi dan ketahanan pangan.
“Dengan terjaganya ketahanan pangan di Kabupaten Sleman dapat terhindar dari ancaman krisis pangan global sebagai akibat dari derasnya laju perubahan iklim," kata Suparmono.
Ia menyebutkan bahwa sektor pertanian sangat berhubungan erat dengan keadaan cuaca dan iklim. Dampak perubahan iklim (DPI) terhadap pertanian menyebabkan pergeseran musim, banjir, kekeringan, angin kencang, ledakan jumlah organisme pengganggu tanaman (OPT). Akibat tidak terampil mengelola DPI petani dapat mengalami penurunan produksi bahkan kerugian usaha tani. Bahkan, kejadian iklim ekstrim menyebabkan tanaman yang puso bahkan gagal panen semakin luas.
Untuk itu, petani sebagai pelaku utama usaha taninya harus memiliki bekal ilmu pengetahuan untuk memahami fenomena cuaca dan iklim berserta perubahannya.
"Pranoto mongso atau ilmu titen yang biasa digunakan petani, harus dikombinasikan dengan data dan teknologi untuk mengatasi DPI," katanya.
Menurut Suparmono, ilmu titen dan pranata mangsa, relevan jika dalam kondisi normal. Tetapi saat ini akibat perubahan iklim sering terjadi peristiwa gangguan iklim global seperti El Nino dan La Nina sehingga cuaca/iklim saat ini sangat sulit diprediksi.
Pranata mangsa sudah sulit untuk dipegang pakemnya karena perubahan iklim yang berhubungan dengan pemanasan global. Apalagi saat ini moto dari pertanian adalah "Maju, Mandiri, dan Modern" perlu adanya modernisasi ilmu titen ke informasi hasil dari penelitian ahli.
"Dengan adanya teknologi, petani memanfaatkan layanan informasi cuaca dan iklim dengan baik serta mampu beradaptasi dengan situasi cuaca dan iklim kekinian," katanya.
Suparmono menjelaskan bahwa petani dapat menyusun rencana tanam, mulai dari penyesuaian waktu tanam, jenis tanaman yang tepat dan kapan harus ditanam, kapan menunda tanam, kapan harus memanen, pengelolaan air dan berbagai hal yang perlu disiapkan agar tidak mengalami gagal panen.
"Petani perlu mengetahui juga bahwa pemanasan global dan perubahan iklim disebabkan oleh emisi gas rumah kaca (GRK)," katanya.
Menurut Suparmono, setiap orang bisa berperan dalam mengurangi dampak pemanasan global sebagai salah satu penyebab perubahan iklim. Menurutnya, mengurangi emisi GRK tidaklah harus memakai cara-cara yang ekstrem, rumit, dan mahal. Semua orang bisa ikut berperan mengerem laju pemanasan global dengan cara-cara yang sederhana dan murah.
"Cara untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) di sektor pertanian misalnya dengan pengolahan tanah menggunakan bahan organik dan mengurangi pupuk kimia sintetis, pengelolaan air secara intermitten, pemilihan varietas rendah emisi CH4, serta pemupukan berimbang. Penerapan pemupukan berimbang untuk meningkatkan produksi, produktivitas, dan daya adaptasi pertanian terhadap perubahan iklim," katanya.
Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan Kabupaten Sleman juga telah menyusun dokumen Program Penyuluhan Pertanian 2025 yang merupakan rencana kegiatan nyata dan tertulis secara sistematis dan terpadu yang dilakukan oleh masyarakat pertanian yang bekerja sama dengan lembaga-lembaga atau instansi pemerintah, swasta maupun lembaga swadaya masyarakat untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam jangka waktu tertentu.
Suparmono menerangkan misalnya untuk meningkatkan kemampuan petani dalam pengendalian serangan OPT maka tahun 2025 telah direncanakan kegiatan pelatihan teknologi pembuatan agensia hayati dua kali, sekolah lapang teknik pengendalian OPT 12 kali, serta gerakan pengendalian OPT sebanyak 80 kali. Juga terdapat kegiatan penanganan area terdampak perubahan iklim (DPI) dengan kegiatan gerakan pengendalian dan bimtek sebanyak 26 kali.
"Dengan dukungan program dan anggaran DP3, harapannya dampak negatif perubahan iklim di Sleman dapat diminimalisir. Info BMKG puncak musim hujan 2024/2025 di DIY diprediksi terjadi bulan Desember 2024 dan Februari 2025, sedangkan akhir musim hujan yaitu Mei 2025," kata Suparmono.