Dokter spesialis ingatkan konsep ABCD guna cegah malaria

id nyamuk malaria,Kemenkes,RSPI Sulianti Saroso,konsep ABCD Malaria

Dokter spesialis ingatkan konsep ABCD guna cegah malaria

Ilustrasi - Nyamuk anopheline betina yang infektif menyebabkan penyakit malaria. ANTARA/HO-Xinhua/aa

Jakarta (ANTARA) - Ancaman malaria masih menghantui masyarakat yang tinggal atau bekerja di daerah endemis seperti Papua. Untuk itu, dokter spesialis penyakit dalam dari RSPI Sulianti Saroso, dr. Rizka Zainuddin, mengingatkan pentingnya penerapan strategi ABCD dalam pencegahan penyakit ini.

"Yang pertama adalah awareness. Awareness ini harus kita tanamkan, terutama untuk orang-orang yang akan memasuki daerah endemis. Mungkin dia tidak akan familiar dengan cara pencegahan, apalagi gejala dari malaria itu sendiri," ujar Rizka dalam siaran resmi Kementerian Kesehatan, Senin (5/5), di Jakarta.

Strategi ABCD yang dimaksud meliputi: Awareness (kesadaran), Bite Prevention (pencegahan gigitan), Chemoprophylaxis (kemoprofilaksis), dan Diagnosis (diagnosis dini).

Rizka menegaskan pentingnya edukasi kepada masyarakat yang akan berpindah atau bekerja sementara di wilayah endemis, seperti Papua. Ia menyarankan penggunaan kelambu secara benar serta mengenakan pakaian berlengan panjang untuk mencegah gigitan nyamuk pembawa parasit.

"Untuk menghindari gigitan nyamuk, juga perlu menjaga kebersihan lingkungan agar tidak menjadi sarang nyamuk berkembang biak, selain itu penggunaan lotion antinyamuk," tambahnya.

Dalam hal kemoprofilaksis, Rizka menyebutkan penggunaan obat azithromycin sebagai upaya pencegahan bagi pendatang di wilayah endemis.

"Jadi, ada namanya azithromycin 1 tablet, diminum 1 hari sebelum keberangkatan ke daerah endemis, selama pasien di sana, misalnya selama 3 minggu, setiap hari harus minum, hingga 4 minggu setelah kepulangan kembali ke Jakarta misalnya," jelasnya.

Ia menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada vaksin yang tersedia untuk mencegah malaria secara langsung. Oleh karena itu, penggunaan kemoprofilaksis seperti azithromycin menjadi salah satu pendekatan utama dalam pencegahan.

"Yang terakhir adalah diagnosis dan treatment. Jadi, harus diterangkan secara sederhana ke pasien bagaimana untuk mencegah malaria, terutama jangan sampai menjadi fase berat," ujarnya.

Untuk diagnosis malaria, Rizka menjelaskan bisa dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopis darah atau melalui tes cepat (rapid diagnostic test). Ia juga memperingatkan bahwa malaria berat dapat berujung pada komplikasi serius seperti penurunan kesadaran, gagal ginjal, hingga kematian.

"Sampai ke kematian kalau misalnya berat. Apalagi, terutama pada ibu hamil yang pilihan antimalarianya terbatas, karena banyak yang kontraindikasi pada ibu hamil," katanya.

Jika seseorang sudah terjangkit malaria, menurutnya penting untuk memastikan pasien tetap terhidrasi. Jenis pengobatan akan bergantung pada jenis plasmodium yang menginfeksi. Rizka menyebutkan lima jenis parasit malaria, yakni falciparum, vivax, ovale, malariae, dan knowlesi.

"Untuk malaria ringan yang disebabkan falciparum dan vivax, cukup dengan tablet. Namun, pada malaria berat, perlu obat injeksi," jelasnya.

Peringatan ini menjadi penting di tengah mobilitas penduduk yang tinggi menuju wilayah-wilayah dengan risiko tinggi malaria. Edukasi, kesadaran, dan langkah pencegahan yang tepat menjadi kunci utama menekan penyebaran penyakit mematikan ini.

Pewarta :
Editor: Nur Istibsaroh
COPYRIGHT © ANTARA 2025