Yogyakarta (ANTARA) - Di kaki Gunung Merapi yang sejuk dan subur, terdapat Omah Salak yang tidak sekadar menyuguhkan hamparan pohon salak, namun juga menyimpan cerita inovasi dan pemberdayaan lokal yang menembus pasar dunia.
Terletak di Jalan Perum Gama Asri, Kenteng, Wonokerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, lokasi ini hanya berjarak sekitar satu jam dari pusat Kota Yogyakarta.
Begitu tiba di lokasi, pengunjung akan langsung disambut hamparan deplot rumpun pohon salak yang tertata rapi. Pengunjung bisa berjalan menyusuri jalur di antara pohon salak tanpa khawatir terkena duri, bahkan dipersilakan memanen langsung buah salak dari pohonnya.
Omah Salak bukan sekadar kebun buah, pengunjung dapat belajar langsung dari para petani tentang budidaya salak, dari cara menanam, memupuk, merawat, memanen, hingga mengolah salak menjadi beragam camilan lezat. Tidak hanya itu, tempat ini juga menawarkan kegiatan outbond, berkemah, hingga pusat oleh-oleh khas.
“Kami ingin salak tidak hanya dipanen dan dijual ke tengkulak, tapi bisa memiliki nilai lebih sebagai ikon, destinasi wisata edukatif, bahkan komoditas ekspor,” kata Surya Agung (49), pemilik Omah Salak.
Dari ladang warisan ke wisata edukasi
Surya Agung adalah generasi ketiga dari keluarga petani salak. Ia mengingat masa kejayaan salak pondoh pada dekade 1990-an, saat harga satu kilogram salak bisa menyaingi nilai tukar beras, namun kondisi berubah drastis pasca-tahun 2000-an. Harga salak stagnan, sementara harga beras terus merangkak naik.
“Dulu harga 1 kg salak bisa untuk beli 10 kg beras. Sekarang, butuh hampir 2 kg salak untuk bisa beli beras. Kami mulai berpikir, bagaimana agar nilai salak bisa meningkat,” ujarnya.
Berbekal semangat inovasi, Surya mengubah kebun warisan keluarganya. Ia merapikan kebun, membangun fasilitas seperti toilet, musala, ruang makan, pusat oleh-oleh, dan menawarkan paket kunjungan edukatif. Pengunjung diajak merasakan sendiri pengalaman memanen, belajar membedakan pohon jantan dan betina, serta ikut dalam proses penyerbukan.
Antusiasme pengunjung terus meningkat, bahkan dalam rombongan besar menggunakan bus. Melihat potensi ini, Surya membentuk kelompok tani agar manfaat bisa dirasakan secara merata. Pemerintah daerah pun mulai melirik, mengajak Omah Salak untuk ikut pameran promosi. Dari situ, pintu pasar modern mulai terbuka.
Salak pondoh dari lereng Merapi akhirnya menembus pasar modern seperti Carrefour (2006), Toserba (2007), dan Hypermart (2008). Bahkan tahun 2008 menjadi tonggak penting ketika ekspor perdana dilakukan ke Tiongkok, disusul ekspansi ke pasar Eropa pada 2013.
“Sekarang ekspor rutin dua sampai tiga kali seminggu, minimal 10 ton per pengiriman,” jelas Surya.
Hingga saat ini, lebih dari 40 kelompok tani dan 20 UKM terlibat aktif dalam pengembangan salak pondoh, sebagian besar digerakkan oleh petani perempuan. Mereka mengolah salak menjadi berbagai produk inovatif seperti bakpia salak, brownis, jenang, manisan, dan keripik salak, yang dijual langsung di Omah Salak.

Produk olahan salak yang mereka hasilkan dikemas secara menarik dan higienis, sehingga tidak hanya memikat konsumen, tetapi juga memiliki daya simpan lebih lama, memungkinkan untuk dipasarkan dalam jangka waktu yang panjang dan menembus pasar modern.
Para perempuan pelaku UKM juga menjadi pemateri dalam kelas memasak, membagikan resep dan teknik mengolah salak menjadi nilai tambah. Ini bukan hanya tentang buah, tetapi pemberdayaan ekonomi yang inklusif dan berbasis komunitas.
Bertahan di tengah tantangan
Surya Agung tidak menampik, tantangan tetap ada. Perubahan iklim menyebabkan banyak pohon salak mati, memaksa sebagian petani beralih ke tanaman lain, namun ia tetap optimis.
Apalagi salak pondoh (Sallava Edulis Reinw) adalah flora identitas Kabupaten Sleman dan punya karakter manis alami serta rendah kadar air, keunggulan yang tidak dimiliki daerah, bahkan negara lain termasuk oleh Thailand atau Malaysia.
“Ini peluang besar kalau pemerintah serius bantu promosi dan memperkuat regulasi ekspor,” kata Surya Agung yang menyebutkan salak merupakan komoditas ekspor unggulan selain pisang, nanas, dan manggis.
Selain pasar luar negeri, Omah Salak juga bekerja sama dengan jaringan toko modern di Indonesia dan mancanegara. Sembari mengembangkan ekowisata edukatif, Surya membangun semangat kolaborasi dengan pemandu, instruktur, dan pelaku UKM.
Akun media sosial @omahsalak pun menjadi ruang berbagi testimoni. Salah satunya datang dari Faris, guru SMP asal Depok.
“Ini sudah kesekian kalinya kami membawa siswa ke sini. Mereka antusias. Bisa tahu pohon salak dari dekat, memanen sendiri, hingga belajar membuat olahan di workshop. Tidak hanya siswa, guru pun ikut belajar,” katanya.

Kata Oma: Jajanan Telur Gabus yang Cooocok menembus dunia
Kisah keberhasilan Omah Salak seakan selaras dengan cerita sukses Kata Oma, produsen jajanan telur gabus yang kini merambah pasar global.
Berawal dari resep warisan keluarga yang dikembangkan oleh seorang oma 45 tahun lalu, telur gabus buatan tangan dengan bahan alami tanpa pengawet menjadi favorit keluarga. Tahun 2016, produk ini mulai dipasarkan dengan merek Telur Gabus Cooocok dan dua tahun kemudian berganti nama menjadi Kata Oma.
Inovasi berlanjut, tahun 2020, muncul varian balado padang dan telur asin. Di tengah pandemi 2021, Kata Oma justru aktif mengedukasi dan memberdayakan lebih dari 1.000 perempuan Indonesia melalui kelas daring.
Kini, Kata Oma tidak hanya hadir di e-commerce dan toko modern, tetapi telah diekspor ke China, Korea Selatan, Amerika Serikat, Vietnam, Taiwan, hingga Australia. Produk lokal yang dulunya hanya tersedia di meja keluarga kini tampil sebagai jajan sehat kelas dunia.
Ayo UKM, tunggu apa lagi
Cerita Omah Salak dan Kata Oma menegaskan satu hal bahwa UKM Indonesia punya potensi besar untuk menembus pasar global.
Dengan inovasi, kolaborasi, dan semangat pantang menyerah, produk yang sederhana bisa menjadi luar biasa. Bukan mustahil, dari desa kecil di lereng Merapi hingga sudut dapur keluarga, produk-produk lokal dapat bersaing di etalase internasional.
Ayo UKM, tunggu apa lagi? Dunia sedang menanti rasa khas Indonesia!

