Yogyakarta (ANTARA) - Di tengah meningkatnya kesadaran orang tua terhadap pentingnya nutrisi anak, muncul kebingungan soal larangan konsumsi susu pertumbuhan. Produk susu yang dinilai kaya vitamin dan mineral ini justru kerap disorot dalam berbagai panduan kesehatan. Apa yang sebenarnya terjadi?
Dokter spesialis penyakit dalam, dr. Sukiman Rusli, Sp.PD., meluruskan kekeliruan tersebut. Ia menegaskan bahwa pelarangan bukan ditujukan kepada semua jenis susu, melainkan pada kesalahan persepsi masyarakat yang menyamakan semua produk susu, terutama susu pertumbuhan dan susu kental manis.
“Yang sering disalahpahami masyarakat adalah menyamakan semua produk susu. Padahal, susu pertumbuhan berbeda dari susu kental manis,” jelas dr. Sukiman.
Ia menjelaskan susu pertumbuhan merupakan hasil inovasi teknologi pangan yang bertujuan meniru komposisi Air Susu Ibu (ASI). Meski tidak bisa menggantikan ASI sepenuhnya, susu ini diformulasikan untuk mendukung kebutuhan gizi anak, terutama setelah usia enam bulan.
“Susu pertumbuhan itu secara ilmiah dikembangkan untuk meniru ASI, meski tidak sepenuhnya sempurna. Tapi dari segi komposisi, banyak yang sudah diperkaya dengan zat penting seperti zat besi (Fe),” ujar dr. Sukiman.
Baca juga: Susu berkualitas dari ekosistem pangan berkeadilan
Zat besi memainkan peran vital dalam pertumbuhan anak. Selain membantu pembentukan sel darah merah, zat ini juga mendukung perkembangan otak dan sistem imun. Kekurangannya dapat menyebabkan anemia, gangguan tumbuh kembang, bahkan penurunan kecerdasan.
Tak sedikit produk susu pertumbuhan kini telah diperkaya dengan Iron C—kombinasi zat besi dan vitamin C—yang meningkatkan penyerapan zat besi oleh tubuh.
Namun, dr. Sukiman memberi peringatan tegas agar masyarakat tak lagi tertukar antara susu pertumbuhan dengan susu kental manis.
“Itu bukan susu. Kandungan gulanya tinggi dan sangat minim nutrisi. Bahkan bisa menyebabkan obesitas dan penyakit metabolik lain,” ujarnya.
Ia menambahkan, susu pertumbuhan yang diberikan sesuai usia bisa menjadi pelengkap gizi anak, khususnya jika ASI tidak dapat diberikan secara eksklusif.
“Baca labelnya, cek kandungannya. Konsultasikan dengan ahli gizi atau dokter anak,” pesannya.
Baca juga: DP3 Sleman apresiasi industri pengolahan serap susu dari peternak lokal
Lebih jauh, ia menekankan pentingnya pendekatan gizi yang komprehensif untuk anak-anak.
“Pemenuhan gizi anak tidak bisa hanya mengandalkan susu. Harus ada makanan pendamping ASI yang seimbang, tinggi protein hewani, vitamin, dan mineral. Jangan lupa pentingnya zat besi dalam proses tumbuh kembang, termasuk dalam menjaga fungsi otak dan imunitas,” tegasnya.
Kesimpulannya, susu pertumbuhan bukanlah produk yang patut dicurigai, apalagi dilarang. Justru, bila digunakan dengan benar, ia bisa menjadi solusi atas tantangan gizi anak masa kini.
“Zat besi dibutuhkan dari bayi baru lahir hingga lansia. Tapi pada anak-anak, ibu hamil, dan remaja, kebutuhannya lebih tinggi. Maka, susu yang mengandung zat besi bisa menjadi solusi, bukan sesuatu yang dilarang,” tutup dr. Sukiman.
Baca juga: Susu ikan bisa jadi alternatif anak tak suka daging ikan
Baca juga: Bantul kembangkan populasi sapi perah di lima kecamatan