Yogyakarta (ANTARA) - Di balik senyumnya yang ramah, apalagi saat ibu dua anak ini tengah tampil dengan lagu keroncongnya, “ngamen” di sebuah rumah makan di Sleman, tidak ada yang menyangka jika Wiwik Sriyatun (59) tengah melewati jalan panjang penuh cobaan di kehidupannya.
Seluruhnya tampak baik-baik saja, sampai saat Wiwik menceritakan kalau dirinya harus dihadapkan dengan penyakit serius dan mengharuskan dirinya menjalani kemoterapi yang dijalaninya selama 12 bulan agar bisa lepas dari vonis kanker usus.
“Tidak ada tanda sama sekali. Semua terjadi begitu saja. Jadinya sempat syok saat divonis kanker usus. Awalnya saat buang air besar keluar bercak darah dan lendir, serta perut begah,” cerita Wiwik.
Merasa tidak nyaman dengan kondisinya, Wiwik pun menanyakan hal tersebut ke dokter saat dirinya tengah menjalani terapi syarat kejepit yang ia deritanya sejak 2016 dan akhirnya mendapatkan rujukan internal untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Meskipun berat dengan vonis kanker usus, tidak membuat Wiwik menyerah. Ia meyakini dengan kemajuan teknologi, Sumber Daya Manusia (SDM) dokter yang semakin pintar, juga obat-obatan yang bagus, serta adanya Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) menjadikan dirinya memiliki semangat hidup.
Ia bersyukur karena Program JKN memudahkan seluruh rangkaian pengobatan yang harus dijalani mulai dari biopsi sampai operasi pertama untuk memotong usus yang terkena kanker, pada Januari 2024.
Usai operasi, Wiwik pun harus hidup dengan kantong kolostomi yang dipasang di bagian kiri perutnya dan harus menjalani kemoterapi untuk menghilangkan sisa-sisa sel kanker di tubuhnya.
“Proses kemoterapi itu sakit banget. Setelah minum obat kemoterapi, lima menit kemudian saya sudah merasa tubuh saya terbakar. Efek lainnya, kulit terasa keriput, gigi mulai rusak, mata lengket, dan berat badan saya turun 15 kg,” cerita Wiwik dengan nada pelan.
Meskipun sakit, ia tak pernah menyerah. Setiap kali menjalani kemoterapi, ia selalu berpegang pada harapan bahwa semua perjuangan ini akan membuahkan hasil yang baik.
Setelah satu tahun menjalani kemoterapi yang menyakitkan, pada Januari 2025, Wiwik akhirnya mendapatkan kabar baik. Kanker yang ia derita dinyatakan hilang.
“Alhamdulillah, setelah setahun menjalani kemoterapi, kanker saya akhirnya hilang. Kemudian operasi kedua di Januari 2025 untuk mengembalikan fungsi buang air besar dengan normal melalui anus, tak lagi pakai kantong di perut,” kata Wiwik sambil menceritakan ada tiga bagian bekas jahitan di bagian perutnya selama proses penanganan operasi kanker usus.
Meski kanker usus sudah dinyatakan sembuh, Wiwik tetap masih harus menjalani kontrol kesehatan secara berkala ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL).
“Sekarang saya kontrol setiap bulan dan nanti akan berkurang menjadi setiap enam bulan. Lalu setiap tahun, dan seterusnya setiap lima tahun,” kata Wiwik yang mengaku bersyukur bisa bertahan dengan seluruh proses yang ia hadapi.
Wiwik merasa bersyukur ada BPJS Kesehatan yang menanggung seluruh biaya kesehatannya, dirinya tidak mengeluarkan biaya apa pun.
“Saya benar-benar terbantu. Bayangkan, teman saya yang kena kanker payudara harus keluar biaya sampai ratusan juta untuk operasi. Operasi pertama saja Rp300 juta, lalu gagal, harus operasi lagi Rp200 juta. Itu saja belum biaya lain-lain. Kalau saya harus bayar segitu, tidak mungkin bisa,” katanya.
Selama menjalani serangkaian perawatan medis dari penyakit syaraf kejepit hingga kanker usus, Wiwik mengaku pelayanan dan obat-obatan yang ia terima sangat baik, tidak ada perbedaan dengan mereka yang membayar secara mandiri.
Wiwik berpesan kepada semua warga Negara Indonesia untuk tidak ragu menggunakan layanan Program JKN, tidak perlu merasa malu atau gengsi untuk menggunakannya. Apalagi Program JKN memberikan manfaat yang sama bagi semua orang, tidak ada perbedaan layanan.
“Harapannya, semua warga negara Indonesia tidak perlu ragu untuk mendaftar dan menggunakan BPJS Kesehatan. Kita tidak tahu penyakit datang kapan. Jangan menunggu sampai sakit, baru mau daftar. Ini adalah jaminan kesehatan untuk semua orang, terutama bagi mereka yang membutuhkan,” tutur Wiwik.
Ia juga berharap agar BPJS Kesehatan dapat terus berkembang, berinovasi dan memperluas manfaatnya bagi semua lapisan masyarakat. Sebab, kesehatan adalah kebutuhan mendasar, dan keberadaan BPJS Kesehatan menjadi wujud nyata kehadiran negara bagi rakyatnya.
