Pejabat "flexing" harta berulang-ulang dinilai lupa kepekaan sosial

id Flexing,pamer kekayaan,pejabat flexing,bupati bombana

Pejabat "flexing" harta berulang-ulang dinilai lupa kepekaan sosial

Ilustrasi - Massa mengeluarkan barang milik anggota DPR Ahmad Sahroni dari dalam rumahnya di kawasan Tanjung Priok, Jakarta, Sabtu (30/8/2025). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/agr

Jakarta (ANTARA) - Psikolog Novi Poespita Candra dari Universitas Gadjah Mada menilai fenomena pejabat yang kerap flexing atau pamer harta secara berlebihan bisa berdampak terhadap kepekaan sosial.

“Dampak perilaku itu bagi diri mereka sendiri menyebabkan kecanduan jika dilakukan terus menerus dan lupa dengan kepekaan sosial,” kata Novi, ketika dihubungi ANTARA di Jakarta, Senin.

Menurut dia, hal itu memicu pejabat lupa akan mencari kebermaknaan yang lebih dalam bahwa pencapaian tertinggi mereka semestinya bukan dalam materi tapi spiritualitas yaitu melayani masyarakat terpinggirkan.

Fenomena sejumlah pejabat yang kerap memamerkan materinya, kata Novi, bisa jadi bentuk mereka dalam menunjukkan eksistensi dirinya.

“Ada penelitian yang menemukan bahwa manusia yang senang berbelanja dan menunjukkan kekayaannya adalah salah satu cara memunculkan rasa senang dan kepuasan,” tutur dia.

Manusia untuk dapat bahagia membutuhkan empat hormon kebahagiaan yaitu dopamin (pencapaian/pengakuan), oksitosin (rasa cinta/penerimaan), serotonin (kebermaknaan) dan endorphin (kegembiraan).

Dalam hal tersebut ada manusia yang dapat mencari cara menjadi bahagia dengan keseimbangan antara capaian, penerimaan, kebermaknaan dan kegembiraan.

Novi menilai bahwa fenomena pejabat yang memamerkan materinya menunjukkan adanya kecenderungan berfokus pada dopamin.

“Ada yang taunya hanya mengejar capaian dan pengakuan saja (dopamin). Nah pejabat yang memamerkan materinya merasa bahwa itu adalah capaiannya yang patut dibanggakan,” jelas dia.

Novi menambahkan menjadi pejabat atau pemimpin sebaiknya menyikapi diri dengan memiliki kapasitas intelektual tinggi. Sehingga dalam berperilaku, pejabat didasarkan oleh nalar etika yang dibangun di prefrontal cortex-nya, bukan nafsu atau emosi yang dibangun oleh limbik system.

“Untuk membangun nalar etika dibutuhkan kompetensi belajar terus menerus, keberpikiran tingkat tinggi sehingga sebelum berperilaku tertentu mereka mampu berpikir dampak bagi masyarakatnya,” ujar dia.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Jendral Polisi (purn) Tito Karnavian meminta kepada seluruh pejabat daerah untuk menggunakan pola hidup yang sederhana dan tidak "flexing" atau suka pamer agar mendapatkan kepercayaan masyarakat.



Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pejabat "flexing" harta berulang dinilai lupa kepekaan sosial

Pewarta :
Editor: Victorianus Sat Pranyoto
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.