Yogyakarta (ANTARA) - Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FK-KMK UGM) mengajak puluhan mahasiswa berbagai universitas baik nasional dan internasional belajar terkait kesehatan kerja dan lingkungan, di Desa Batik Giriloyo, Wukirsari, Bantul, DIY.
Wakil Dekan Bidang Akademik & Kemahasiswaan FK-KMK UGM dr. Ahmad Hamim Sadewa, Ph.D, seusai acara di Bantul, DIY, Minggu (2/11), menjelaskan mereka merupakan peserta dari Program International Summer Course on Interprofessional Healthcare.
"Kerja sama UGM dan Vrije Universiteit Medical Center, Belanda pada Program Summer Course sendiri telah memasuki tahun ke-10. Ini program tahunan yang bertujuan membekali peserta dengan pemahaman mendalam tentang kesehatan kerja dan lingkungan, sebagai isu yang relevan dengan tantangan kesehatan yang dihadapi banyak pekerja di seluruh dunia saat ini," katanya.
Ia menyebutkan data dari International Labour Organization (ILO), setiap tahun lebih dari 2,9 juta pekerja di dunia, meninggal akibat kecelakaan atau penyakit yang berkaitan dengan pekerjaan. Di Indonesia, angka kecelakaan kerja juga cukup tinggi, dengan data Kementerian Ketenagakerjaan RI mencatatkan lebih dari 265.000 kasus pada tahun 2022.
Ketua Tim Internasionalisasi FK-KMK UGM dr. Dwi Aris Agung Nugrahaningsih Ph.D menambahkan dengan mengajak mahasiswa terjun langsung ke Desa Batik Giriloyo, Wukirsari, diharapkan mereka dapat memahami betapa pentingnya menganalisa faktor risiko yang ada di tempat kerja seperti paparan bahan kimia dan posisi duduk yang tidak ergonomis.
"Mereka sebelumnya juga sudah kuliah tiga hari tentang kesehatan kerja dan lingkungan. Dari kunjungan ini, mereka akan diminta membuat semacam rekomendasi dan solusi terkait masalah kesehatan yang mereka temui selama kunjungan lapangan. Apakah ada saran misal dibutuhkan waktu berapa lama para pembatik untuk bergerak dan penggunaan alat pelindung diri, serta pola kerja yang lebih sehat," kata Dwi Aris.
Pada program yang mengusung tema “Promoting Resilient Workplaces and Sustainable Environments for Global Health Equity” selain mahasiswa UGM tersebut ada juga mahasiswa dari Vrije Universiteit Medical Center (Belanda), Mahidol University (Thailand), dan beberapa universitas lain dari Indonesia, Pakistan, dan Myanmar.
"Banyak orang menganggap kesehatan itu hanya terkait dengan penyakit yang datang ke rumah sakit, padahal banyak penyakit yang berasal dari lingkungan kerja yang tidak sehat. Kami ingin mahasiswa mengerti bahwa kesehatan tidak hanya dibangun di rumah sakit, tetapi juga di tempat kerja dan lingkungan sekitar," tambah Dwi Aris.
Koordinator Kegiatan Komunitas UGM dr. Drs. Abdul Wahab, MPH menambahkan peserta program unggulan tersebut juga memberikan pengalaman menarik karena mereka tinggal di rumah warga, mengikuti sejumlah kegiatan di Puskesmas, serta mempelajari perilaku dan budaya masyarakat setempat.
Vena Jaladara, SKM., MPH, Departemen Perilaku Kesehatan, Lingkungan dan Kedokteran Sosial Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan UGM menyoroti mengenai tantangan, pengaturan tidak resmi, dan potensi risiko keselamatan kerja dan lingkungan yang harus mendapat perhatian bersama terutama terkait kesehatan dan keselamatan kerja.
"Pembuat batik masuk dalam kelompok informal dengan karakteristik minimnya payung hukum akan proteksi kesehatan, keselamatan, dan kesehatan lingkungan. Membatik banyak dilakukan di rumah dan risiko tidak hanya terkait pembatik, tetapi pada akhirnya sampai ke lingkungannya. Mereka belum menyadari pembuangan limbah, akibatnya tidak bisa dilihat instan. Semakin berakumulasi dikhawatirkan bermasalah di kemudian hari," kata Vena.
Salah satu pengelola Kampung Batik Giriloyo Tiyastiti Suraya, S. Si., M.E.M dalam kesempatan itu menyampaikan mengenai sejarah batik dan menceritakan apa yang sudah dilakukan dalam mengembangkan komunitas kecil sebagai salah satu komunitas yang sudah diakui secara global karena menjadi salah satu desa wisata terbaik dunia tahun 2024.
Michelle, salah satu peserta dari Belanda berbagi pengalaman menariknya mengikuti workshop batik bersama FK-KMK UGM karena tidak hanya belajar proses pembuatan batik, tetapi juga mendapatkan wawasan adanya tantangan fisik yang dihadapi pengrajin.
"Membuat batik prosesnya panjang, harus duduk sangat lama dan kondisi ergonomisnya bisa sangat sulit. Salah satu solusi yang bisa diberikan kepada mereka adalah lakukan olahraga ringan di antara proses membatik dan tidak duduk terlalu lama. Sekali-kali lakukan peregangan," kata Michelle yang juga diamini oleh Johan dan Luwam, dua peserta lainnya.
