Bantul (ANTARA) - Sekitar 40 persen kerajinan rotan yang diproduksi pengusaha di Desa Wukirsari, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, diekspor ke beberapa negara seperti Jepang, Iran dan Irak.
Pemilik industri kerajinan rotan "Anggun Rotan" Panut Mulyawiyata di Bantul, Sabtu mengatakan, dalam sebulan industrinya mampu memproduksi kerajinan rotan sebanyak 1.500 hingga 2.000 buah mulai dari beraneka tas dan aneka keranjang rotan.
"Kalau presentasenya sekitar 40 persen barang diekspor, sedangkan sisanya sekitar 60 persen dikirim ke berbagai daerah seperti Jakarta dan Bali serta ke Surabaya tiap seminggu sekali, sebagian besar kerajinan tas yang paling diminati," katanya.
Menurut dia, untuk ekspor kerajinan tidaklah sulit, karena bisa dilakukan melalui pembeli yang mempunyai kantor perwakilan di Indonesia atau "buying agen", begitu juga pengiriman ke dalam negeri dengan mitra yang sudah menjadi relasi.
"Biasanya mereka membeli kerajinan untuk di jual kembali, seperti contoh beberapa relasi yang mempunyai outlet di Jakarta dan Bali," katanya.
Ia mengatakan, berbagai kerajinan rotan produksinya dijual dengan kisaran Rp50.000 sampai Rp200.000 per buah tergantung ukuran dan tingkat kesulitan anyaman serta campuran bahan lain seperti vinel maupun kulit.
Panut mengatakan, dengan produksi sebanyak 2.000 kerajinan per bulan, setidaknya bisa memperoleh pendapatan minimal Rp100 juta sebulan dan maksimal Rp400 juta.
Usaha yang berdiri sejak 2001 itu, kini mempekerjakan 42 orang, yang merupakan warga setempat. Terkait bahan baku rotan, tidak mengalami kesulitan karena bisa didatangkan dari luar daerah seperti Jepara dan Kalimantan yang merupakan sentra penghasil rotan.
"Bahan baku lancar, karena Indonesia kan sebagai salah satu penghasil rotan terbesar di dunia, hanya saja semakin lama harganya semakin mahal," katanya.
(KR-HRI)
Pemilik industri kerajinan rotan "Anggun Rotan" Panut Mulyawiyata di Bantul, Sabtu mengatakan, dalam sebulan industrinya mampu memproduksi kerajinan rotan sebanyak 1.500 hingga 2.000 buah mulai dari beraneka tas dan aneka keranjang rotan.
"Kalau presentasenya sekitar 40 persen barang diekspor, sedangkan sisanya sekitar 60 persen dikirim ke berbagai daerah seperti Jakarta dan Bali serta ke Surabaya tiap seminggu sekali, sebagian besar kerajinan tas yang paling diminati," katanya.
Menurut dia, untuk ekspor kerajinan tidaklah sulit, karena bisa dilakukan melalui pembeli yang mempunyai kantor perwakilan di Indonesia atau "buying agen", begitu juga pengiriman ke dalam negeri dengan mitra yang sudah menjadi relasi.
"Biasanya mereka membeli kerajinan untuk di jual kembali, seperti contoh beberapa relasi yang mempunyai outlet di Jakarta dan Bali," katanya.
Ia mengatakan, berbagai kerajinan rotan produksinya dijual dengan kisaran Rp50.000 sampai Rp200.000 per buah tergantung ukuran dan tingkat kesulitan anyaman serta campuran bahan lain seperti vinel maupun kulit.
Panut mengatakan, dengan produksi sebanyak 2.000 kerajinan per bulan, setidaknya bisa memperoleh pendapatan minimal Rp100 juta sebulan dan maksimal Rp400 juta.
Usaha yang berdiri sejak 2001 itu, kini mempekerjakan 42 orang, yang merupakan warga setempat. Terkait bahan baku rotan, tidak mengalami kesulitan karena bisa didatangkan dari luar daerah seperti Jepara dan Kalimantan yang merupakan sentra penghasil rotan.
"Bahan baku lancar, karena Indonesia kan sebagai salah satu penghasil rotan terbesar di dunia, hanya saja semakin lama harganya semakin mahal," katanya.
(KR-HRI)