Jakarta (ANTARA Jogja) - Dunia pendidikan Indonesia sedang dipojokkan oleh masyarakat karena tidak mampu mengubah peserta didik menjadi baik, kata Wakil Menteri Pendidikan bidang Pendidikan Musliar Kasim.
"Seluruh pendidik dianggap tidak mampu membuat peserta didik menjadi anak baik, cerdas dan berkarakter, kata Wamendikbud terkait adanya korban akibat tawuran siswa di Jakarta beberapa waktu lalu di hadapan para guru saat membuka pelatihan untuk pelatih karakter bangsa kepada 100 guru di Jakarta.
Padahal menurut Musliar Kasim seseorang anak menjadi tidak baik jangan hanya sekolah yang diprotes. "Berapa lamanya anak berada di sekolah. Tidak lebih dari 25 persen waktu anak di sekolah, katanya.
Oleh karena itu, kata dia, merupakan tugas berat para guru dalam mendidik dan membangun karakter siswa. Sementara untuk membangun karakter bangsa seyogyanya hal itu bukan tanggung jawab Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan saja namun membutuhkan keterlibatan pihak lain juga, katanya.
"Kemdikbud sudah mulai mengenalkan pendidikan karakter sejak 2010. Saat itu sudah dirumuskan tentang nilai atau karakter yang baik yang harus dimiliki anak Indonesia.
Ada 18 nilai karakter yang diterapkan dari siswa SD sampai perguruan tinggi. Tetapi yang penting di antaranya disiplin, kerja keras, tanggung jawab, rajin dan cinta negara," kata Musliar Kasim.
Permasalahannya, menurut dia, bagaimana para guru menyampaikan hal itu agar pendidikan karakter menjadi bagian dari kehidupan anak Indonesia, sehingga guru harus menjadi model yang baik bagi siswanya. Dan kepala sekolah sebagai orang yang mewujudkan model yang baik itu. "Guru menjadi faktor utama keberhasilan anak memiliki karakter bangsa yang baik".
Di sisi lain upaya pemerintah untuk meningkatkan pemahaman pendidikan karakter akan semakin terbuka saat akan adanya pengurangan kurikulum SD. "Dengan berkurangnya mata pelajaran di SD maka akan semakin banyak waktu untuk membangun karakter," katanya.
Wamendikbud mengakui beban pelajaran sekolah yang dipikul anak-anak sekarang terlalu berat, mulai dari jenjang Sekolah Dasar (SD). Berdasarkan evaluasi Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), anak-anak saat ini kurang waktu untuk memperkaya diri karena beban belajar yang mereka pikul terlalu berat.
Pemerintah saat ini tengah menyusun penataan kurikulum untuk menyederhanakan pelajaran, mulai dari SD, salah satunya yang sudah disepakati pelajaran mulai kelas I-III SD hanya enam pelajaran. "Enam mata pelajaran tersebut, yakni Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), Bahasa Indonesia, Matematika, Seni Budaya, serta Pendidikan Jasmani dan Kesehatan," katanya.
Ilmu pengetahuan alam (IPA) dan ilmu pengetahuan sosial (IPS) tidak akan dimunculkan khusus sebagai mata pelajaran, kata dia, tetapi tetap akan diajarkan secara integratif dengan mata pelajaran yang ada.
"IPA dan IPS tidak khusus menjadi mata pelajaran, namun diajarkan integratif dengan mata pelajaran yang ada, misalnya Bahasa Indonesia bisa memuat ilmu pengetahuan, demikian juga Matematika. Mata pelajaran jenjang SD kelas I sampai III di luar enam mata pelajaran tersebut tidak akan dibuang, tetapi diajarkan secara integratif dengan pelajaran lainnya yang sudah ada," katanya.
(Z003)
