Jogja (ANTARA Jogja) - Perajin wayang kulit di Desa Pucung, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, meminta pemerintah daerah menjadikan Desa Pucung sebagai desa wisata kerajinan wayang kulit.
"Untuk peningkatan promosi wayang kulit di Desa Pucung kami berharap di sini (Desa Pucung) menjadi desa wisata kerajinan wayang kulit," kata Jumadi, seorang perajin sekaligus pemilik toko "Wayang Kulit Jumadi", di Yogyakarta, Minggu.
Menurut dia pemerintah daerah seharusnya memanfaatkan lahan sepanjang pinggir jalan Desa Pucung sebagai wahana penjualan atau pameran kerajinan wayang kulit Desa Pucung.
"Sepanjang pinggir jalan Desa Pucung merupakan tanah milik pemerintah. Mengapa tidak dimanfaatkan saja sebagai sentra penjualan kerajinan wayang kulit," katanya.
Jumadi merajin dan menjual wayang kulit mulai yang berbahan kulit sapi, domba hingga kerbau dengan memasang harga mulai Rp55 ribu untuk aksesoris hingga yang paling mahal Rp1.200.000 per unit.
Jumadi biasanya mendapat pesanan dari Jakarta, Surabaya, dan Kalimantan. Untuk satu bulan dengan dibantu 5 karyawan, ia mengaku rata-rata mampu membuat 300 wayang dengan omzet kotor Rp12 juta.
"Itu saja belum pasti, kadang-kadang sebulan tidak ada garapan," katanya.
Pemerintah Daerah, kata dia, memang telah membuatkan pusat kerajinan di Pasar Seni Gabusan yang terletak di pinggir Jalan Parangtritis Km 9.
Namun, lanjut dia, pusat penjualan kerajinan tersebut kurang efektif karena pembeli tidak dapat melihat langsung perajin serta proses pembuatan kerajinan khusus wayang kulit.
"Pemusatan kerajinan di Pasar Gabusan menurut saya tidak efektif, sekarang saja di sana (Pasar Gabusan) sepi," katanya.
Dia mengaku beruntung karena setidaknya menjadi salah satu perajin wayang kulit yang mampu membeli tanah untuk membuka toko kerajinan di jalan utama Desa Pucung.
Sementara itu, kata dia, masih banyak perajin wayang kulit lainnya di pelosok Desa Pucung yang terpaksa menitipkan hasil kerajinannya di toko miliknya karena daerah tersebut yang merupakan perbukitan sulit dijangkau oleh calon pengunjung.
"Saya kasihan perajin-perajin yang ada di pelosok terpaksa menitipkan hasil karyanya ke sini karena mereka tidak mampu membeli lahan di pinggiran jalan utama desa ini," katanya.
Senada dengan Jumadi, perajin Wayang Kulit dan pemilik Sanggar Jaya Astuti di desa yang sama, Keni Suharjono, mengatakan perlunya perhatian khusus pemerintah terhadap upaya pelestarian aset budaya wayang kulit di Desa Pucung.
Dia mengaku sepanjang tahun 2012 sepi pengunjung.
"Promosi kerajinan wayang kulit khususnya di desa ini (Desa Pucung) perlu mendapat perhatian lebih dari pemerintah agar bisa meningkatkan jumlah pengunjung," katanya.
(KR-LQH)