Bantul (ANTARA Jogja) - Perajin briket arang tempurung kelapa dari Desa Bangunharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, akan memperluas pasar hingga ke Jerman.
"Saya ada kenalan orang Indonesia yang punya keluarga di Jerman, jadi saya mencoba menawarkan, untuk sampel produk sudah dikirim," kata perajin sekaligus pemilik industri kerajinan briket arang tempurung kelapa Novi Setiawan di Bantul, Rabu.
Menurut dia, transaksi briket untuk dikirim ke Jerman memang sudah dilakukan sekitar lima bulan lalu melalui perantara dunia maya atau online sehingga tidak kontinyu dan hanya transaksi sekali dengan mengirim satu kontainer (sekitar 20 ton).
"Untuk itu saya ingin mengembangkan lagi namun beda pembeli dengan sebelumnya, saya berharap nanti tertarik dengan produk ini dan menjadi konsumen tetap," katanya.
Menurut dia, saat ini dirinya tinggal menunggu desain kemasan dan pesanan dari pembeli di Jerman tersebut."Mudah-mudahan kalau tidak Desember, Januari nanti ada kepastian, jadi masih menunggu "request settingan packing" sama pesanan," katanya.
Ia mengatakan, industri kecil rumahan yang berdiri sejak 2008 lalu saat ini telah mempekerjakan sebanyak 38 tenaga kerja dan mampu memproduksi briket arang tempurung kelapa sebanyak 60 ton tiap bulannya.
Menurut dia, saat ini briket arang yang dihasilkan telah rutin dipasarkan ke Amerika dan Timur Tengah selama sebulan sekali untuk kemudian di pasarkan di sejumlah negara tersebut seperti Iran dan Irak.
"Satu pembeli rata-rata satu kontainer termasuk ke Timur Tengah, namun untuk jenis kemasannya berbeda, kalau untuk Amerika masing-masing satu macam ukuran, sedangkan ke Timteng tiga macam ukuran," katanya.
Ia menyebutkan, industrinya membuat briket arang berbentuk kotak atau kubus dengan tiga macam ukuran, mulai dari ukuran sisi 2,5 cm sampai ukuran 3 cm menyesuaikan desain kemasan dari pembeli tergantung peruntukkannya.
"Saya menjual sebesar 1.200 dolar AS per ton briket, atau sebesar Rp11,280 juta, di Amerika briket arang ini dimanfaatkan untuk keperluan rumah makan seperti pengapian barbekyu dan sushi," katanya.
Dengan kapasitas produksi sebanyak itu, jika diakumulasikan setidaknya usaha rumahan ini mampu mendapatkan omzet kotor dari hasil penjualan ke dua negara itu mencapai sebesar Rp600 juta lebih per bulan.
(KR-HRI)