Sleman (Antara Jogja) - Sebagian warga Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, berhasil mengembangkan produk baru kopi bubuk dari bahan biji salak, seperti dilakukan oleh kelompok ibu-ibu PKK di Dusun Donoasih, Desa Donokerto, Kecamatan Turi.
"Produk buah salak di wilayah ini sangat melimpah, sehingga mendorong warga khususnya ibu-ibu seperti yang tergabung dalam PKK (pembinaan kesejahteraan keluarga, red) lebih kreatif memanfaatkan komoditas andalan wilayah tersebut," kata Pembina kelompok produk olahan salak Dusun Donoasih, Supriyono, Jumat.
Menurut dia, selama ini buah salak bisa dimanfaatkan menjadi banyak olahan seperti produk camilan dan minuman sari buah.
"Sekarang ini, biji salakpun ternyata juga bisa dibuat bubuk untuk minuman seperti kopi. Di tangan kreatif ibu-ibu PKK Dusun Donoasih, biji salak yang selama ini hanya dibuang sia-sia diolah menjadi kuliner minuman kopi. Disebut kopi biji salak karena proses pembuatan dan cita rasa minuman ini mirip dengan kopi," katanya.
Ia mengatakan, usaha kopi biji salak ini didirikan sejak satu tahun silam.
"Meski sudah berjalan cukup lama, tapi pemasaran produk ini masih terbatas lantaran belum mengantongi izin usaha dari Dinas Kesehatan," katanya.
Supriyono mengatakan, ide pembuatan produk ini berawal dari kelompok mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) yang melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di dusun Donoasih.
"Kecamatan Turi selama ini dikenal sebagai sentra penghasil salak pondoh. Di Donoasih sendiri ada sekitar satu hektare lahan tanaman salak," katanya.
Supriyono mengatakan, melihat potensi tersebut, para mahasiswa mencoba berinovasi dengan olahan buah tersebut. Saat mencari ide di dunia maya didapatkan produk kopi dari bahan biji salak.
"Warga sini terutama ibu-ibu menyambut positif gagasan itu karena produknya unik, dan jarang ada di pasaran," katanya.
Ia mengatakan, proses pembuatan bubuk kopi biji salak, tergolong mudah. Untuk produksinya, tiap ons dibutuhkan satu kilogram biji salak.
"Langkah pertama, biji salak pondoh dibersihkan kemudian dipotong-potong menjadi empat bagian. Irisan biji salak itu kemudian dijemur dan setelah kering disangrai sampai warnanya berubah menjadi hitam," katanya.
Proses sangrai ini butuh waktu kira-kira dua jam. Setelah itu, biji salak ditumbuk dan diayak kemudian dikemas dalam ukuran satu ons.
"Per ons dijual seharga Rp10 ribu. Peminat juga bisa membeli kiloan. Per kilogram kami jual seharga Rp80 ribu. Keuntungan dari hasil penjualan itu dimasukkan ke kas PKK," katanya.
Kepala Dusun Donoasih Sunanto mengatakan, usaha itu prospektif untuk dikembangkan. Namun sayangnya ada beberapa kendala yang dihadapi para pelaku usaha.
"Selain izin Dinkes yang belum juga keluar sampai sekarang, semua peralatan produksi juga masih manual. Kami harap ada bantuan dari pemerintah terutama alat penggilingan dan oven. Jika berkembang, kami optimis bisa mendukung rencana pembentukan desa wisata," katanya.(V001)
Berita Lainnya
Sejumlah sekolah di Sleman mengkompilasi karya seni pada Konser Hardiknas
Kamis, 2 Mei 2024 14:35 Wib
Pemkab Sleman berkomitmen bantu selesaikan SHM Apartemen Malioboro City
Rabu, 1 Mei 2024 19:15 Wib
Peringati Hari Buruh, Pemkab Sleman gelar Jalan Santai Tripatit
Rabu, 1 Mei 2024 15:04 Wib
Liga 1: PSS Sleman lolos degradasi usai gulung Persib Bandung
Rabu, 1 Mei 2024 1:14 Wib
Liga 1: Rans Nusantara FC terdegradasi ke Liga 2
Selasa, 30 April 2024 19:49 Wib
Dispar Sleman tekankan pentingnya kerja sama pelaku pariwisata kembangkan potensi
Selasa, 30 April 2024 15:39 Wib
DP3 Sleman-KWT Pari Merapi Sembada selenggarakan bazar produk pertanian unggulan
Senin, 29 April 2024 15:12 Wib
Sleman gelar lomba cipta tari peringati Hari Tari Internasional
Sabtu, 27 April 2024 18:11 Wib