Pendekatan kontemporer penyakit Alzheimer's

id pendekatan kontemporer penyakit

Pendekatan kontemporer penyakit Alzheimer's

Ilustrasi (Foto Istimewa)

Sejak gambaran klinis pertama pada tahun 1906 oleh Dr Alois Alzheimer, "plak amyloid" dan "neurofibrillary tangles" merupakan penyebab hipotetikal penyakit Alzheimer's.

Namun demikian beban plak tidak mampu memprediksi status kognitif pada manusia, yang membuat beberapa kelompok peneliti mengenai kemungkinan adanya spesies terlarut dan "peptide ß amyloid" yang berperan penting dalam fungsi patologis penuaan otak dan juga menjadi penanda tahap awal penyakit Alzheimer.

Walau telah hampir 100 tahun berlalu, plak "ß amyloid" telah dipikirkan sebagai penyebab penyakit Alzheimer (Alzheimer's Diseases/AD), namun masih banyak misteri hubungan plak dengan patogenesa AD dan defisit status kognitif manusia.

Pada konferensi AD di Vancouver, Kanada pada 2012, ramai dibicarakan perkembangan "lesi Tau intraneural" yang dapat dilacak pada sel "oligodendrosit muda dan sel "oligodendrosit mature" yang digunakan sebagai strategi-strategi baru untuk dapat memotong mata rantai "pre-tangles" (fase asimptomatik AD) menjadi "neurofibrillary tangles" (fase simptomatik AD).

Penyakit Alzheimer's adalah penyakit demensia neurodegeneratif yang paling sering dijumpai. Usia adalah faktor risiko terbesar.

Kemajuan besar dalam ilmu kedokteran telah menambah jumlah manusia yang dapat hidup hingga usia 80 hingga 90 tahun dan hal ini menyebabkan meningkatnya angka penderita (insiden) demesia Alzheimer.

Gangguan memori (cognitive memory decline) adalah gejala paling awal dan paling nyata dari penyakit demensia Alzheimer.

Pasien awalnya merasakan adanya gangguan ringan pada memori episodik tipe amnestik (aMCI) seperti mengulang-ulang perkataan dalam pembicaraan, lupa akan kejadian yang baru terjadi, contohnya seperti lupa meletakkan di mana kunci kendaraan.

Seiring dengan waktu penyakit ini menjadi stadium lanjut terjadi gangguan fungsional pada aktifitas sehari-hari seperti pasien bermasalah dalam pengaturan keuangan, kesulitan mengatur obat yang akan diminum.

Apabila tidak ditemukan penyakit yang lain maka pada tahap ini pasien memenuhi kriteria untuk diagnosis klinis Alzheimer Disease Probable (belum definitif).

Penyakit ini harus dipastikan secara definitif dengan pemeriksaan neuropatologis (PA) berdasarkan ditemukannya tanda khas penyakit Alzheimer yaitu "plak amyloid" dan "neurofibrillary tangles".

Penyakit Alzheimer ini sangat progresif dan fatal (diagnosa terminal) dengan angka bertahan hidup sekitar 8-12 tahun sejak onset gejala ditemukan.

Penyakit Alzheimer dapat terjadi pada usia muda (Early Onset Alzheimer Disease) yang merupakan tipe Alzheimer yang jarang ditemui dan bersifat autosomal dominant (kelainan gen pada kromosom autosomal).

Ada tiga gen telah diidentifikasi sebagai penyebab "early onset AD" yaitu: APP, suatu protein yang mengkode prekursor amyloid (protein yang pertama ditemukan), dan PSEN 1, PSEN 2 yang mengkode presenilin 1 dan 2 (adalah komponen dari kompleks "enzim secretase" yang memisahkan "ß amyloid" (Aß) dari APP.

Ketiga gen ini berperan dalam produksi "peptida ß amyloid" (Aß).

    
                                                     Molekul berperan dalam AD

Identifikasi protein yang berakumulasi dalam badan inklusi dan dalam gen sangat membantu memberi pemahaman dasar molekuler AD.

"ß amyloid" adalah fragmen asam amino 40 atau 42 dari APP yang memiliki fungsi normal dalam pengaturan sinaptik, yang kemudian berakumulasi (agregrat Aß) hingga level toksik pada penderita AD.

Salah satu bagian penting Aß adalah kemampuannya untuk beragregrasi menjadi "multimers" (termasuk dimer, trimer, dodecamer) atau menjadi "oligomer" yang lebih besar, "protofibril" dan "fibril panjang" yang membentuk plak "amyloid".

Beberapa peneliti telah berhasil secara spektakuler dalam penemuannya antara lain Mary Jo Ladu dkk berhasil mempersiapkan monomer, oligomer dan "fibril Aß sintetik" untuk bahan penelitian.

Dpiminic Walsh dkk berhasil melakukan pemurnian dimer dan trimer dari sel kultur, dari "liquor" dan dari jaringan otak.  
   
Sylvain Lesne dkk berhasil mengisolasi "Aß 56" (oligomer yang lebih besar) yang terbukti berkolerasi dengan defisit kognitif pada binatang percobaan tikus AD.

Justin Legleiter berhasil menggunakan mikroskop atom (AFM) untuk evaluasi peristiwa agregasi "Aß".

Langkah awal dalam produksi "Aß" dari APP adalah pemecahan ekstra seluler APP yang membentuk pecahan carboxy terminal (CTFs).

Langkah kedua adalah pemecahan CFT oleh "secretase" yang membentuk "Aß" dan domain APP intraseluler (AICD).  
   
Peneliti Luke Esposito berhasil menghitung CTFs dan memeriksa berbagai ukuran fragmen "Aß" dengan menggunakan gel asam urea.

Peneliti Pimplikan dkk berhasil mendeteksi AICD intraseluler.

Pada Konferensi International 2013 (13-18 Juli 2013) yang diadakan di Boston, AS, juga dibicarakan topik-topik yang sangat menarik, di antaranya protokol untuk deteksi AICD dan dibicarakan relevansi biologis AICD pada keadaan fisiologis dan patologis.

Aspek penting yang khas patobiologi yang lain pada AD adalah "protein Tau" yang berhubungan dengan mikrotubulus, suatu komponen "sitoskeleton", beragregasi menjadi "neurofibrillary tangles".

Peneliti Gail Johnson dkk berhasil mengembangkan teknologi pengukuran secara kuantitatif efek terjadinya agregasi Tau.

Molekul Apo E adalah faktor risiko utama untuk AD. Sebagai lipoprotein, biokimia ApoE termasuk rumit. "Alel S3" lebih sering ditemukan tetapi "Alel S4" lebih patologis dan akan meningkatkan risiko AD berlipat ganda.

Peneliti Karl Weisgraber berhasil melakukan pemurnian biokimia untuk menghasilkan isofom ApoE yang berbeda-beda untuk tujuan eksperimen.

Melihat banyaknya model penelitian yang tersedia untuk mempelajari AD dan begitu berbeda-beda hasil penelitian sebelumnya maka pemilihan model yang akan dipakai untuk mempelajari AD ini agak memusingkan.

Setelah memilih sistem model, yang penting menetapkan alat ukur beratnya gangguan dan atau efek dari pengobatan yang potensial.

Pengukuran beban plak "amyloid" telah diterima secara luas, namun jelas plak seringkali bukan indikator yang baik untuk menggambarkan fungsi neuron.

Pengukuran fungsional yang pasti adalah perilaku. Tes Morris Water Maze merupakan tes klasik untuk melihat fungsi memori yang merefleksikan fungsi "hippocampus".

Temuan terbaru Jorge Palop dkk, menemukan batasan neurobiologi baru terutama kognitif "learning and memory" berperan dalam epigenetik.

Peneliti Li Gan dkk merinci vektor virus terbukti sebagai alat yang penting untuk menjadi model penyakit neurodegeneratif dan menggunakan lenti virus ke dalam sistem saraf pusat model tikus
   
Diagnosa banding AD adalah demensia frontotemporal (FTD).

Gejala klinisnya lebih spesifik dan bervariasi dengan neuropatologi lebih kompleks. Penderita FTD mengalami demensia semantik (hilangnya pengetahuan semantik tentang objek), afasia nonfluent progresif, terjadi perubahan kepribadian/perilaku (disfungsi eksekutif frontal) dan kadang terdapat tanda defisit motor neuron (kelumpuhan).  
   
FTD diturunkan familial secara autosomal dominant (semua kasus memiliki patologi Tau).

    
                                                                            Terapi AD

Pada saat diagnosa definitif AD ditegakkan dengan menunjukkan Neurofibrillary Tangles (NFT) stadium V dan VI maka semua terapi tidak banyak berguna.

Yang terpenting adalah menentukan adanya "pre-tangles" atau paling tidak menentukan NFT stadium I, II dengan gejala presimptomatik (forgetfulness/mudah lupa).

Pasien dapat diberikan salah satu dari banyaknya inhibitor kolinesterase (R/Aloxtra 5mg) yang tersedia, dan sering digunakan untuk meningkatkan fungsi kolinergik yang berperan dalam klinis memori.

Pada stadium selanjutnya penyakit ini, obat ini sering diberikan bersama dengan 'memantine' (R/Abixa 10mg) yang berguna untuk mencegah perangsangan berlebihan dari "reseptor glutamate" jenis NMDA.

Banyak obat lain saat ini dalam uji klinis yang secara khusus bekerja pada proses molekuler yang berperan dalam patogenesis AD, memberi harapan bahwa obat ini akan memberikan keuntungan terapeutik yang dramatis.

Semua itu telah dipaparkan oleh pakar peneliti pada acara International Conference AD 2013 di Boston.

Manipulasi farmakologis, diet atau genetik yang dirancang untuk mengganggu aktifitas "ßy secretase" untuk membatasi produksi ataupun akumulasi "Aß", hal ini pun juga dibicarakan pada konferensi itu.

                                
                               ---0---


*dr Andreas Harry Sp.S(K), *Ahli neurologist lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, anggota "International Advance Research" Asosiasi Alzheimer Internasional (AAICAD).

(A035)
Pewarta :
Editor: Masduki Attamami
COPYRIGHT © ANTARA 2024