Yogyakarta (ANTARA) - Pameran seni rupa kontemporer terbesar di Indonesia, Biennale Jogja 18, resmi dibuka di Kampoeng Mataraman, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta pada Minggu (5/10).
Pembukaan ini menandai dimulainya Babak II Biennale Jogja yang akan berlangsung hingga 20 November 2025 di berbagai lokasi di Yogyakarta, termasuk Desa Panggungharjo dan Desa Bangunjiwo.
Lebih dari 60 seniman dan kelompok dari Indonesia, Asia, dan Eropa turut andil dalam pameran ini. Mereka menampilkan karya yang menggali relasi antara pengetahuan lokal, kehidupan warga, dan seni kontemporer.
Baca juga: Pameran Interval Palimpsest eksplorasi warna
Direktur Yayasan Biennale Yogyakarta Alia Swastika menyampaikan rasa syukurnya atas antusiasme besar dari masyarakat dan para kolaborator.
“Selamat datang dari berbagai negara di sini bersama kami untuk membuka Biennale Jogja ke-18. Kami sangat senang karena apresiasi yang luar biasa dari warga, dari kolaborator, dan dari mereka yang telah mendukung kami sepenuh hati. Biennale Jogja tidak hanya untuk masyarakat seni, tetapi juga untuk warga di dua desa, di Panggung Harjo dan Bangunjiwo, serta seluruh masyarakat Yogyakarta,” ujarnya.
Ia menambahkan Biennale kali ini merupakan hasil proses panjang selama lebih dari enam bulan, di mana para seniman berkolaborasi langsung dengan masyarakat desa.
Baca juga: Biennale Jogja 18 Babak I hidupkan seni di Desa Kulonprogo
“Selama berbulan-bulan, masyarakat secara sangat antusias menyambut kedatangan kami dan menjadi bagian penting dari proses kreatif para seniman,” tambah Alia.
Mr. Chiu Huang Chao Chung, selaku Direktur Jenderal Indigenous Peoples Cultural Development Center Taiwan turut menyampaikan apresiasinya.
“Yogyakarta sangat mengesankan dan hangat dalam penyambutan. Kami melihat Biennale ini sebagai platform penting untuk pertukaran budaya antara Indonesia dan Taiwan,” ujarnya.
Sementara itu, Saifullah, perwakilan dari Direktorat Jenderal Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan Kebudayaan Kementerian Kebudayaan RI, menegaskan peran Biennale Jogja sebagai ruang regenerasi seniman muda.
“Selama 37 tahun, Biennale Yogyakarta telah menjadi bagian penting dalam perjalanan seni rupa kontemporer Indonesia. Festival ini bukan hanya ruang pameran karya, tetapi juga tempat tumbuhnya para perupa muda yang kini banyak menjadi maestro,” ungkapnya.
Baca juga: Pameran Seni Sea Turtle on Earth refleksikan mitologi dan ekologi
Rangkaian Biennale Jogja 18 akan diselenggarakan di berbagai titik, antara lain Kantor Pos Besar, Museum Benteng Vredeburg, Gubuk Putih, Pendhapa Art Space, Kawasan Budaya Karangkitri, Monumen Bibis, Pelataran Djokopekik, Toko Purnama dan The Ratan.
Ia menambahkan dengan mengusung tema Kawruh Tanah Lelaku, Biennale Jogja 18 diharapkan menjadi ruang belajar bersama yang menghubungkan seni, pengetahuan, dan kehidupan masyarakat.
Baca juga: Daop 6 Yogyakarta bersama Lawasan Batik - ISI selenggarakan pameran fotografi
Baca juga: Selami dunia kompetisi fotografi melalui Talkshow di Balik Lensa
