Vonis hukuman mati Aman Abdurrahman dinilai tepat

id prasetyo

Vonis hukuman mati Aman Abdurrahman dinilai tepat

Jaksa Agung HM Prasetyo (kiri) (Foto Antara)

 Jakarta (Antaranews Jogja) - Jaksa Agung HM Prasetyo menyatakan vonis hukuman pidana mati kepada terdakwa kasus terorisme Oman Rochman alias Abu Sulaiman bin Ade Sudarma alias Aman Abdurrahman oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, sudah tepat.

        "Rasanya di situ terlihat bahwa majelis hakim pun sependapat dan sepaham dengan kita bahwa Aman Abdurrahman sudah selayaknya divonis seperti itu, hukuman mati," katanya di Jakarta, Jumat.

        Ia menambahkan majelis hakim melihat perbuatan-perbuatan atau rangkaian peristiwa yang terjadi dan akibat yang ditimbulkan, akibat perbuatan terdakwa tersebut.

        Dikatakan, jika terdakwa mengajukan banding, pihaknya juga akan melakukan upaya hukum serupa. "Makanya kita (kejaksaan) harus mengikuti manuver yang bersangkutan, agar jangan kehilangan kesempatan atau mengimbangi langkah yang dilakukan terdakwa," katanya.

        Hakim Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Akhmad Jaini menjatuhkan hukuman pidana mati kepada terdakwa kasus terorisme Oman Rochman alias Abu Sulaiman bin Ade Sudarma alias Aman Abdurrahman di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat.

        "Mengadili, menyatakan terdakwa Oman Rochman alias Abu Sulaiman bin Ade Sudarma alias Aman Abdurrahman telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana terorisme, menjatuhkan pidana kepada Oman Rochman alias Abu Sulaiman bin Ade Sudarma alias Aman Abdurrahman dengan pidana mati," kata Hakim Akhmad Jaini dalam persidangan di ruang Sidang Utama Prof. H. Oemar Seno Adji, S.H.

        Usai membacakan vonis, majelis hakim menanyakan kepada terdakwa atau tim kuasa hukumnya terkait dengan kemungkinan banding.

        "Bagaimana banding atau menerima atau pikir-pikir? Tidak usah komentar," kata hakim.

        Kemudian Asrudin Hatjani, anggota tim kuasa hukum Oman, menyatakan masih mempertimbangkan vonis mati tersebut.

        "Pikir-pikir, Yang Mulia," kata Asrudin Hatjani.

        Oman didakwa terlibat dalam kasus bom Thamrin, kasus bom Gereja Oikumene di Samarinda, kasus bom Kampung Melayu, serta kasus penyerangan di Bima, NTB dan kasus penyerangan Mapolda Sumut. Dia dituduh berperan sebagai dalang di balik teror tersebut.

        Oman seharusnya bebas dari penjara pada tanggal 17 Agustus 2017 usai menjalani masa hukuman 9 tahun atas keterlibatannya dalam pelatihan militer kelompok Jamaah Islamiyah (JI) di pegunungan Jalin, Kabupaten Aceh Besar pada 2010.

        Namun, pada tanggal 18 Agustus 2017, polisi menetapkan Oman sebagai tersangka karena diduga terlibat dalam serangan teror Bom Thamrin.

        Oman dijerat dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. 
Pewarta :
Editor: Bambang Sutopo Hadi
COPYRIGHT © ANTARA 2024