Kasi Bimas Islam Kemenag Bantul: penghulu belum sepenuhnya jalankan KHI

id perkawinan,kompilasi hukum islam,penghulu

Kasi Bimas Islam Kemenag Bantul: penghulu belum sepenuhnya jalankan KHI

Promovendus Halili (kiri) usai ujian promosi doktor Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Halili lulus dengan predikat sangat memuaskan dan berhak menyandang gelar doktor (foto istimewa)

Yogyakarta (ANTARA) - Aturan-aturan perkawinan yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) belum sepenuhnya dijalankan oleh penghulu, kata Kepala Seksi Bimbingan Masyarakat Islam Kantor Kementerian Agama Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Halili.

"Hal itu disebabkan negara belum sepenuhnya berperan dalam mengarahkan cara pandang penghulu untuk menyelesaikan persoalan hukum perkawinan di KUA dengan menggunakan satu rujukan KHI," katanya di aula Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Senin.

Dalam ujian promosi untuk meraih gelar Doktor bidang Studi Islam Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Halili mengatakan masih terjadi disparitas sumber rujukan dalam penyelesaian satu kasus yang sama di bidang hukum perkawinan di kalangan penghulu DIY.

Menurut mantan penghulu dan kepala KUA itu, penelitiannya mengungkap bahwa terdapat dualisme rujukan hukum yang digunakan penghulu KUA DIY dalam menyelesaikan isu-isu hukum perkawinan yang menjadi fokus dalam penelitian ini.

Sebagian merujuk kepada kitab-kitab fikih yang memahami keberadaan KHI tidak ubahnya seperti kitab-kitab fikih lainnya yang tidak wajib untuk dijadikan rujukan hukum.

Pemahaman seperti ini didasarkan pada argumentasi yang menyatakan bahwa KHI bukan hukum positif, sehingga penerapannya tidak berlaku mengikat.

Oleh karena itu, keberadaan KHI hanya menjadi alternatif pilihan hukum bagi penghulu dan masyarakat yang memerlukannya. Bahkan, kalaupun rumusan hukum KHI dihadapkan dengan rumusan hukum dalam kitab-kitab fikih, keduanya memiliki kedudukan sejajar dan penghulu bebas memilih di antara keduanya.

Sementara sebagian lainnya merujuk kepada KHI yang memahami bahwa KHI merupakan hukum positif yang pelaksanaannya mengikat bagi masyarakat atau umat Islam Indonesia.

Dengan pemahaman bahwa KHI merupakan hukum positif, penghulu yang masuk ke dalam kelompok ini berpandangan bahwa KHI memiliki kedudukan yang lebih kuat daripada kitab-kitab fikih, karena KHI mendapatkan legislasi dari negara.

Menurut dia, adanya dinamika penyelesaian isu-isu hukum perkawinan di kalangan penghulu DIY itu dipengaruhi oleh tiga faktor, yakni pertama, pengalaman bekerja dan sumber pengetahuan penghulu.

Kesempatan penghulu untuk mendapatkan pendidikan non-formal melalui kegiatan diklat, seminar, lokakarya, bimbingan teknis, dan kegiatan-kegiatan keilmuan lainnya semakin memperkaya wawasan penghulu untuk menyikapi persoalan-persoalan hukum perkawinan yang dihadapinya.

Kedua, kultur sosial keagamaan masyarakat. Hal ini bisa dilihat pada terjadinya disparitas rujukan hukum penyelesaian persoalan hukum perkawinan tertentu di daerah yang satu dengan daerah lainnya di DIY.

Ketiga, otoritas Kementerian Agama dan kebijakan-kebijakan hukum. Otoritas Kementerian Agama yang bersifat teknis administrasi pelaksanaan hukum perkawinan bisa dilihat pada penerbitan Peraturan Menteri Agama, pedoman, dan surat edaran di lingkungan Kementerian Agama.

Kebijakan-kebijakan teknis terkait hal itu sangat berpengaruh pada terjadinya dinamika penyelesaian isu-isu hukum perkawinan yang dihadapi penghulu DIY.

"Penelitian ini berguna untuk mengembangkan lebih lanjut kajian dan metode pembaruan hukum Islam di Indonesia yang lebih sesuai dengan perkembangan dan dinamika masyarakat Indonesia," kata Halili.

Dalam ujian promosi yang dipimpin Rektor UIN Sunan Kalijaga Prof Yudian Wahyudi dengan promotor Prof Khoiruddin dan Prof Euis Nurlaelawati itu Halili berhasil mempertahankan disertasi hasil penelitiannya berjudul "Penghulu di Antara dua Otoritas Fikih dan Kompilasi Hukum Islam: Studi tentang Dinamika Penyelesaian Isu-Isu Hukum Perkawinan di Daerah Istimewa Yogyakarta".

Dalam ujian promosi dengan tim penguji terdiri atas Prof Kamsi, Prof Ahmad Bahiej, Prof Makhrus, dan Dr Ali Shodiqin itu Halili dinyatakan lulus dengan predikat sangat memuaskan, dan berhak menyandang gelar doktor.

 
Pewarta :
Editor: Herry Soebanto
COPYRIGHT © ANTARA 2024