Mudik dilarang, MTI: moda transportasi harus disetop agar lebih efektif

id Mudik,MTI,moda transportasi,Covid-19

Mudik dilarang, MTI: moda transportasi harus disetop agar lebih efektif

Arsip - Penumpang KA Gaya Baru Malam Selatan tujuan Surabaya berusaha masuk ke dalam kereta pada masa Lebaran 2019 di Stasiun Pasar Senen, Jakarta, Kamis (30/5/2019). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/wsj.

Jakarta (ANTARA) - Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menyatakan agar pelarangan mudik berjalan efektif, maka harus dimulai dengan penghentian operasi sementara moda transportasi, baik angkutan umum maupun pribadi.

“Sikap MTI secara umum dan masukan kawan-kawan dari wilayah, medianya (moda transportasi) yang harus kita cekal,” kata Ketua Umum MTI Agus Taufik Mulyono dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Selasa.

Agus mengatakan transportasi menjadi media penularan COVID-19 paling berpengaruh, karena membawa perpindahan manusia dari zona merah ke daerah tujuan mudik.

Namun, ia mengatakan pelarangan tersebut tidak lantas langsung dipatuhi masyarakat atau perantau di Jabodetabek.

Sebab, di antaranya juga ada yang tetap bersikeras mudik, meskipun sudah ada pelarangan dari pemerintah, terutama bagi mereka yang tidak memiliki penghasilan lagi di Jabodetabek karena terimbas wabah COVID-19.

Sementara itu, juga ada pemudik yang tetap ingin ke kampung halaman karena ingin bertemu keluarga dan sudah tradisi meskipun kebutuhan masih tercukupi dan memiliki pekerjaan tetap.

Untuk itu, Agus mengatakan perlu juga adanya pengawasan bagi mereka yang nekat mudik dengan kendaraan pribadi dan memilih melintasi jalan alternatif.

Agar pergerakan lebih bisa terbendung lagi, ia mengusulkan SPBU ditutup, sehingga kesempatan bagi pemudik untuk mengisi bahan bakar kendaraan pribadi menjadi hilang.

“Perlu dipertegas pada saat puncak nanti, jalan ditutup dan SPBU juga ditutup karena orang masih mau mudik lewat jalan tikus,” katanya.

Dalam kesempatan sama, Ketua MTI Jawa Barat Sony Sulaksono Wibowo menuturkan moda yang paling sulit dikendalikan dalam pelarangan mudik ini karena masyarakat yang mampu masih bisa mengakali dengan kendaraan pribadi.

“Kita melihat pelarangan mudik adalah satu kemajuan, tapi kalau pelarangan ini tidak ada sanksi hukum akan sulit. Pelarangan ini kontrolnya sulit, kalau moda laut dan udara tinggal cegat saja di bandara dan pelabuhan,” katanya.

Untuk itu, Sony mengatakan kuncinya ada di penyaringan di daerah tujuan, mulai dari tingkat kecamatan, RT dan RW yang harus menyaring pendatang dari luar.

“Mungkin kalau disuruh balik (ke kota) sulit juga, tapi ini kuncinya ada penyaringan di Kecamatan untuk isolasi. Harus ada screening di titik akhir, di sini peran RT/RW dibutuhkan,” katanya.

Pemerintah resmi melarang mudik berdasarkan hasil survei yang dilakukan karena masih ada 24 persen warga bersikeras mudik meskipun sudah ada imbauan tidak mudik dari pemerintah.

Larangan mudik tersebut berlaku mulai 24 April 2020 dan sanksi efektif akan ditegakkan mulai 7 Mei 2020.

Pewarta :
Editor: Victorianus Sat Pranyoto
COPYRIGHT © ANTARA 2024