Tokyo (ANTARA) - Mantan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe mengunjungi Kuil Yasukuni, tempat penghormatan bagi korban tewas dalam perang, Sabtu dan menjadi kunjungan pertamanya sejak Desember 2013 untuk menghindari kontroversi dari China dan Korea Selatan.
Abe mengumumkan lawatan itu melalui akun Twitter dalam sebuah cuitan yang disertai foto dirinya di kuil, beberapa hari setelah Yoshihide Suga menggantikannya sebagai perdana menteri.
Abe mengundurkan diri pada akhir Agustus dengan alasan kesehatan.
Bagi China dan Korea Selatan, Kuil Yasukuni dilihat sebagai simbol agresi militer Jepang pada masa lampau karena di dalamnya terdapat monumen penghormatan 14 pemimpin Jepang, yang dianggap sebagai penjahat perang oleh pengadilan Sekutu serta oleh para korban perang yang tewas.
Abe pernah pula mengunjungi kuil tersebut secara langsung pada masa akhir jabatannya sebagai perdana menteri.
Namun, ia selalu menitipkan persembahan kepada bawahannya saat peringatan resmi penyerahan diri Jepang dalam Perang Dunia II, serta ketika festival musim semi dan musim gugur.
Sebagai respons atas kunjungan Abe kali ini, Kementerian Luar Negeri Korea Selatan merilis pernyataan yang menyebut ada "keprihatinan dan penyesalan mendalam" bahwa Abe melakukan penghormatan di kuit itu "sesaat" setelah pengunduran dirinya sebagai perdana menteri.
Perdana Menteri Suga --yang sebelumnya menjabat kepala juru bicara pemerintah di bawah pimpinan Abe-- tidak termasuk anggota kabinet Abe yang mengunjungi Kuil Yasukuni pada peringatan 75 tahun berakhirnya Perang Dunia II pada 15 Agustus 2020.
Suga pernah mengunjungi Kuil Yasukuni pada Agustus 2011, menurut sebuah catatan pada blog resminya, setahun sebelum menjadi kepala sekretaris kabinet Abe pada Desember 2012.
Kini, Jepang dan Amerika Serikat menjadi sekutu dekat untuk urusan keamanan, namun perkara masa perang masih meninggalkan luka bagi dua negara Asia Timur lainnya --China dan Jepang.
Hubungan antara Jepang dan Korea Selatan pun masih tetap tegang karena kenangan buruk terkait kolonisasi Jepang di Semenanjung Korea pada 1910-1945, termasuk perselisihan soal kompensasi bagi para warga Korea yang bekerja paksa di tempat Jepang pada zaman perang.
Pemerintah Jepang menyebut bahwa urusan itu telah diselesaikan melalui perjanjian tahun 1965 mengenai pemulihan hubungan bilateral.
Sumber: Reuters