Direktur MSDM Antara: Pandemi tuntut kegesitan berpikir

id Direktur MSDM,Antara,Pandemi,Covid-19

Direktur MSDM Antara: Pandemi tuntut kegesitan berpikir

Direktur Keuangan MSDM & Umum Perum LKBN Antara, Nina Kurnia Dewi saat membawakan materi di Webinar, Sabtu. ANTARA/Evy Samsir (.)

Manado (ANTARA) - Direktur Keuangan, MSDM, dan Umum Perum Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara, Nina Kurnia Dewi, menyatakan pandemi COVID-19 yang telah berlangsung beberapa bulan ini, menuntut terjadinya perubahan bisnis proses agar kelangsungan perusahaan tetap berjalan.

"Terutama fungsi kerja, diperlukan agility atau kegesitan berpikir, menyesuaikan dengan kondisi tertentu di lapangan," kata Nina dalam webinar dengan topik "Bagaimana Cara Beradaptasi dengan Pandemi" melalui aplikasiGoogle Meet, Sabtu.

Kegesitan berpikir perlu, kata Nina, karena pekerja masih dikelilingi dengan kondisi pandemi COVID-19 di mana kesehatan menjadi hal utama.

Lulusan Master of Business University of Queensland Australia tersebut mencontohkan kerja di bidang pemberitaan.

Semula, katanya, peliputannya berdasarkan bidang tertentu, tetapi pada masa pandemi ini, tugas tersebut dikerjakan oleh pewarta siapa saja, yang dekat dengan narasumber atau lokasi kejadian.

"Jadi kerja menyesuaikan dengan kondisi di lapangan," katanya.

Sementara terkait kompetensi yang selama ini jadi ukuran sumber daya manusia, menurut dia memang tetap diperlukan, tetapi perlu diganti menjadi learning agility atau kegesitan (cepat dan fleksibel) dalam mempelajari kompetensi baru.

"Misalkan kompetensi admin, ia tetap kerja di situ, namun harus cepat belajar menjadi admin serbadigital. Kompetensi ini tetap diperlukan karena terkait dengan pengetahuan dan keterampilan di bidang tertentu," katanya.

Nina menyebut tiga hal perlu dilakukan di era pandemi yakni digital mindsetskill atau keterampilan yang harus disesuaikan, dan sikap yang juga digital.

"Contoh saya tadi. Dan ini terjadi di banyak tempat. Memandang bila pandemi reda laku akan kembali normal, ke kantor lagi, dan seterusnya, itu belum pola pikir new normal," kata alumnus Institut Pertanian Bogor (IPB) itu.

Pola pikir new normal, katanya, adalah bila bisa dilakukan secara remote, atau bila tidak perlu ke kantor (fisik) karena pekerjaan bisa dilakukan dari rumah. "Kenapa harus ke kantor," katanya.

Bagi mereka yang saat ini di posisi para pengambil keputusan, Nina menegaskan, harus berusaha seolah-olah menjadi milenial atau menyesuaikan dengan kondisi yang terjadi.

Karena, kata perempuan kelahiran Pekalongan itu, bila tidak maka orang lain di luar sana yang bergerak duluan dan akhirnya jadi tertinggal.

"Menyesuaikan dengan yang akan menguasai masa depan," katanya.

Menanggapi pertanyaan keterbatasan daerah terpencil soal internet, kata Nina yang berkarir sekitar 22 tahun di Jamkrindo, mengatakan perlu menyiasatinya, jangan menjadi mati gaya dan tidak berbuat apa-apa.

Pembelajaran atau kegiatan masyarakat dapat menggunakan cara lama dulu, namun tetap dengan protokol kesehatan karena virus ini ada di mana-mana, dan semua pihak perlu waspada.

Menjadi tugas para pemimpin di daerah mendorong masyarakat untuk terus mengarah pada new normal dan mempersiapkan diri dengan pemikiran-pemikiran yang sudah berbasis teknologi, sambil menunggu terbangunnya infrastruktur tersebut.

Disebutkan tagar#jangan menyerah #harus berubah karena perubahan dan bahkan masa depan, sudah ada sekarang ini.

"The future is now, but it's just not evently distributed yet," katanya.

Webinar tersebut diikuti berbagai praktisi dan pemerhati sekaligus pakar berbasis pertanian, industri kehutanan, pengolah makanan, peternakan, budidaya, gizi, dan praktisi lainnya.