Bantul (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, menyebut sentra industri kerajinan genteng "kripik" yang diproduksi secara tradisional di daerah ini semakin berkurang karena konsumen yang menggunakan bahan bangunan atap itu terus menurun.
"Jadi yang namanya usaha dan produksi itu tergantung dari pasar, dan selama ini memang genteng lebih lebih genteng 'kripik' itu sudah berkurang jauh yang menggunakan," kata Kepala Dinas Koperasi, Usaha Kecil Menengah (UKM) dan Perindustrian Bantul Agus Sulistiyana di Bantul, Kamis.
Menurut dia, di wilayah Bantul dulu terdapat sentra-sentra kerajinan genteng 'kripik' atau genteng dengan bahan baku tanah liat yang dikeraskan, namun seiring perkembangan zaman dengan munculnya genteng cetak atau galvalum maka produksi genteng tradisional itu makin berkurang.
"Sekarang bisa kita lihat, di Srandakan tinggal satu, di Desa Argodadi Sedayu tinggal satu, bahkan dulu di Selarong Pajangan yang dikenal industri genteng sekarang hampir habis, karena itu tadi, yang pertama tergantung dari konsumen," katanya.
Selain konsumen, kata dia, industri kerajinan dari tanah liat tergantung dengan bahan baku, karena sekarang ini sudah banyak perajin batu bata beralih ke batako dan bata putih, karena kesulitan bahan baku, bahkan di satu daerah Bantul bekas galian tanah untuk bahan baku bata sudah dalam.
"Di sentra Kasongan yang bahan baku tanah liat juga semakin bergeser, apalagi genteng. Jadi ada beberapa permasalahan pengrajin genteng, satu konsumen, kedua bahan baku, dan ketiga SDM, anak muda sekarang ini untuk menggeluti hal seperti itu sangat kurang," katanya.
Sementara itu, pengrajin genteng kripik di Dusun Polosiyo Desa Poncosari Srandakan Bantul Rohmad mengatakan, masih mempertahankan produksi genteng tradisional karena sudah digeluti orang tua secara turun menurun, meskipun diakui konsumen banyak beralih ke genteng modern.
Dia mengatakan, industri genteng kripik ini meneruskan usaha ayah yang juga produsen, mengingat di kampung Polosiyo ini dulunya merupakan sentra genteng kripik, dan saat ini dengan dibantu istri dan ibunya dalam satu hari dapat memproduksi sekitar 200 sampai 250 genteng kripik.
"Konsumen genteng kripik sebagian besar dari Kulon Progo dan Bantul, kelebihan genteng ini bobotnya lebih ringan, banyak digunakan di pendopo-pendopo maupun rumah kampung. Satu genteng saya jual Rp900 tiap seribunya, selain genteng saya juga produksi genteng wuwung," katanya.