Depo sampah Yogyakarta selektif terima sampah mulai 2023

id depo sampah,yogyakarta,anorganik,organik

Depo sampah Yogyakarta selektif terima sampah mulai 2023

Dokumentasi - Kegiatan di salah satu depo sampah di Yogyakarta yang berada di dekat Stadion Mandala Krida Yogyakarta, (24/11/2022) (ANTARA/Eka AR)

Yogyakarta (ANTARA) - Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta mengarahkan seluruh depo sampah di kota tersebut, 13 depo, untuk selektif menerima sampah mulai Januari 2023, yaitu hanya menerima sampah organik.

"Masyarakat diwajibkan untuk memilah sampah sejak dari rumah tangga. Hanya bisa membuang sampah organik ke depo sampah, sedangkan sampah anorganik harus selesai ditangani sejak dari sumbernya," kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta Sugeng Darmanto di Yogyakarta, Minggu.

Menurut dia, kebijakan tersebut menjadi bagian dari komitmen Kota Yogyakarta untuk nol sampah anorganik, sehingga volume sampah yang dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan bisa berkurang.

Saat ini, lanjut Sugeng, DLH Kota Yogyakarta terus menggencarkan sosialisasi kepada masyarakat terkait kebijakan nol sampah anorganik tersebut, sehingga masyarakat memahami dan melakukan pemilahan sampah sejak dari sumbernya.

Selain ke masyarakat, sosialisasi mengenai kebijakan nol sampah anorganik tersebut, juga akan dilakukan kepada pengawas atau mandor yang bertugas di depo dan tempat pembuangan sampah sementara di Kota Yogyakarta, termasuk ke penggerobak.

Penggerobak adalah petugas yang mengambil sampah dari permukiman warga untuk dibuang ke depo atau tempat pembuangan sampah sementara.

"Biasanya, penggerobak sudah melakukan pemilahan, karena ada nilai ekonomi dari sampah anorganik yang diperoleh. Jika saat membuang belum melakukan pemilahan, penggerobak harus bisa bertanggung jawab untuk melakukan pemilahan," katanya.

Sampah anorganik yang dihasilkan masyarakat dapat dikelola secara mandiri atau melalui bank sampah terdekat yang ada di lingkungan mereka. Saat ini di Kota Yogyakarta terdapat 565 bank sampah.

"Sampah anorganik yang terkumpul bisa dijual ke pelapak atau pemulung," katanya.

Sugeng menambahkan dimungkinkan masih ada warga yang enggan memilah sampah sejak dari rumah tangga. "Tetapi, dengan pola ‘pemaksaan’ seperti ini, kami berharap ada budaya baru yang terbentuk di masyarakat, yaitu memilah sampah sejak dari rumah," katanya.

Pemilahan yang dilakukan pun sederhana, yaitu memisahkan sampah organik dan anorganik, sehingga masyarakat tidak akan menemukan kesulitan.

"Mungkin ada beberapa jenis sampah anorganik yang tidak bisa dikelola, seperti popok sekali pakai atau pembalut. Untuk residu seperti ini, kami akan mencoba melakukan upaya penanganan," katanya.

Setiap hari, Kota Yogyakarta rata-rata membuang sekitar 260 ton ke TPA Piyungan, terdiri atas 60 persen sampah organik dan 40 persen sampah anorganik.

Dengan upaya kebijakan nol sampah anorganik, diharapkan dapat menurunkan volume sampah ke TPA Piyungan menjadi rata-rata sekitar 150 ton per hari.

Pewarta :
Editor: Herry Soebanto
COPYRIGHT © ANTARA 2024