Yogyakarta (ANTARA) - Tim mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) berinovasi mengolah limbah kotoran sapi menjadi batako sebagai salah satu upaya menjaga lingkungan sekaligus meningkatkan perekonomian masyarakat.
Anggota Tim Mahasiswa UGM Dinda Ramadhan dalam keterangannya di Yogyakarta, Senin, mengatakan pengolahan limbah itu menggandeng karang taruna di Padukuhan Kulwaru, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.
"Program ini berhasil menarik atensi masyarakat dan menerima respons positif sebagai salah satu inovasi," ujar Dinda.
Dinda menjelaskan, masyarakat Padukuhan Kulwaru kerap kali mengalami kendala dalam mengolah limbah kotoran sapi meski daerah tersebut merupakan salah satu desa dengan pemanfaatan ekonomi pertanian dan peternakan yang tinggi.
"Limbah kotoran sapi yang dihasilkan setiap hari belum diproses dengan baik, sehingga menyulitkan warga untuk menjaga lingkungan tetap bersih dan asri," kata dia.
Menurut dia, seekor sapi rata-rata bisa menghasilkan 8-10 kilogram kotoran per hari, atau setara dengan 2,6-3,6 ton per tahun.
Dengan demikian, kawasan peternakan itu bisa menghasilkan lebih dari 100 kilogram limbah per hari.
Karena itu, dia menyebut inovasi batako dari kotoran sapi yang diberi nama "Batako Bawono" itu hadir sebagai alternatif baru pengolahan limbah tersebut.
"Untuk produksi Batako Bawono dapat menyerap sebanyak 61,8 persen kotoran dari total limbah yang dihasilkan setiap hari," kata dia.
Melihat respons positif dari masyarakat, Dinda dan tim berkomitmen melakukan pemberdayaan masyarakat lanjutan dalam program Batako Bawono ini.
Nantinya, kata dia, Karang Taruna Karya Muda Wetan yang mengikuti program secara aktif akan dibina untuk membangun usaha dan bisnis batako bawono.
Selain itu, rencananya karang taruna itu juga menjadi pusat pembelajaran pembuatan batako berbahan dasar limbah kotoran sapi yang ada di Yogyakarta.
Dinda menuturkan mayoritas masyarakat di Padukuhan Kulwaru sebanyak 80 persen berprofesi sebagai petani dan peternak.
Menurut dia, terdapat berbagai jenis ternak yang dikembangkan di desa tersebut, seperti sapi, kambing, ayam, lele, nila, hingga gurame.
Masyarakat setempat juga sudah mengenal tentang pengolahan limbah kotoran sapi menjadi pupuk organik.
"Sayangnya, solusi tersebut belum cukup untuk mengolah seluruh limbah kotoran sapi yang dihasilkan," kata dia.
Inovasi itu diinisiasi oleh kolaborasi mahasiswa dari tiga program studi di UGM, yakni Teknologi Veteriner, Ilmu dan Industri Peternakan, dan Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil.
Inovasi dan pemberdayaan masyarakat dalam program Batako Bawono ini telah mendapat rekognisi dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang Pengabdian pada Masyarakat.
Berita Lainnya
Fapet UGM mengembangkan embrio sapi-domba berkualitas melalui IVF
Selasa, 19 November 2024 18:35 Wib
Sleman salurkan pakan konsentrat untuk 300 ekor sapi bunting
Kamis, 24 Oktober 2024 15:46 Wib
Susu ikan bisa jadi alternatif anak tak suka daging ikan
Jumat, 13 September 2024 13:05 Wib
Guru Besar IPB sebut omega 3 susu ikan lebih tinggi dibanding susu sapi
Rabu, 11 September 2024 15:16 Wib
Fapet UGM menciptakan teknologi pakan sapi perah tingkatkan nutrisi susu
Jumat, 23 Agustus 2024 22:06 Wib
Kementan meyiapkan 1,5 juta hektare lahan sapi perah dukung susu gratis
Jumat, 23 Agustus 2024 18:09 Wib
Kementan mendukung swasta dalam pendampingan koperasi sapi perah Sleman
Jumat, 26 Juli 2024 20:12 Wib
SGM Eksplor ISOPRO SOY hadirkan platform edukasi seputar kondisi tak cocok susu sapi
Senin, 1 Juli 2024 16:59 Wib